Sabtu, 11 April 2020

Intisari Buku: “Hermeneutika, Teori Baru Mengenai Interpretasi”




Judul Buku:
Hermeneutika, Teori Baru Mengenai Interpretasi (Hermeneutics Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer)

Penulis:
Richard E. Palmer

Penerjemah:
Musnur Hery dan Damanhuri Muhammed

Impresum:
Pustaka Pelajar, Maret 2016, Yogyakarta, Cetakan III, ISBN: 979 – 3477 – 17 - 2

Kolasi:
Tinggi buku 23,5 cm, lebar buku 15,8 cm, dan tebal buku 1.5 cm; xii + 319 halaman; Bagian awal buku terdiri dari: Kata Sambutan, Pengantar, Daftar Isi. Isi buku terdiri dari dua bagian besar yakni Bagian I: Definisi, Ruang Lingkup, dan Signifikasi Hermeneutik Bagian II: Temllpat Teoritikus Utama, dan Bagian III: Manifesto Hermeneutis terhadap Interpretasi Sastra Amerika.
  •       Bagian I terdiri dari 5 Bab, yakni: 1) Pengantar; 2) Hemeneuein dan Hermeneia: Signifikansi Modern dari Pemakaian Aslinya; 3) Enam Definisi Modern Hermeneutik; 4) Perdebatan Hermeneutika Kontemporer: Betti versus Gadamer; 5) Makna dan Ruang Lingkup Hermeneutika.
  •       Bagian II terdiri dari 7 Bab, yakni: 6) Dua Pendahulu Schleirmacher; 7) Proyek Hermenutika Umum Schleirmacher; 8) Dilthey: Hermeneutik Sebagai Fondasi Geisteswissenschaften; 9) Kontribusi dalam Heidegger terhadap Hermeneutika; 10) Kontribusi Heidegger terhadap Teori Hermeneutika; 11) Kritik Gadamer Terhadap Estetika Modern dan Kesadaran Sejarah; 12) Hermeneutika Dialektis Gadamer;
  •           Bagian III terdiri dari 2 Bab, yakni: 13) Mempertanyakan Kembali: Apakah Interpretasi itu?; dan 14) 30 Tesis Tentang Interpretasi.


Kata Kunci:
Teori Penafsiran, Penafsiran Literatur, Penafsiran Hukum, Interpretasi Teks, Hermeneutika.


Inti Pembahasan pada Buku:

Buku ini lahir guna membahas heremeneutika dalam konteks non-teologis. Hal ini berkaitan dengan situasi dimana pembahasan hermeneutika dalam konteks non-teologis secara umum masih kurang memadai. Buku ini terdiri dari tiga bagian utama. Pada Bagian I dijelaskan mengenai Definisi, Ruang Lingkup, dan Signifikasi Hermeneutik. Hermeneutika pada intinya merupakan salah satu metode interpretasi (penafsiran). Akar kata “hermeneutika” berasal dari istilah Yunani yakni “hermeneuein” (menafsirkan) dan “hermeneia” (interpretasi) dan berasosiasi dengan dewa Hermes. Pada intinya, hermeneutika berarti membawa sesuatu untuk dipahami, dimana ada fungsi transmisi terhadap apa yang ada di balik pemahaman manusia ke dalam bentuk yang dapat ditangkap intelegensia. Adapun dalam bahasa Inggris, “hermeneutika” dapat dimaknai sebagai “to say”, “to explain”, dan “to translate”. Selanjutnya, secara kronologis, definisi modern “hermeneutika” dimulai dari 6 konteks (ruang lingkup), yakni hermeneutika sebagai teori eksegesis Bibel, hermeneutika sebagai metodologi filologi secara umum, hermeneutika sebagai ilmu pemahaman linguistik, hermeneutika sebagai fondasi metodologis geisteswessenshaften, hermeneutika sebagai fenomenologi eksistensi dan pemahaman eksistensial, dan hermeneutika sebagai sistem interpretasi, baik recollektif maupun iconoclastic, yang digunakan manusia untuk meraih makna di balik mitos dan simbol. Hermeneutika mencakup bidang-bidang ilmu kemanusiaan. Pada mulanya, hermeneutika dikenal dalam konteks teologi (keagamaan), filsafat dan sastra. Dalam perkembangannya, hermeneutika digunakan dalam pada bidang keilmuan yang memerlukan penafsiran teks-teks, khususnya bidang humaniora termasuk hukum. Hermeneutika secara signifikan bermaksud untuk melampaui interpretasi tekstual yakni memahami teks-teks sebagai teks yang berbicara yang dibuat oleh manusia, bukan sebagai objek analisis semata. Hasil dari metode hermeneutika adalah tercapainya pemahaman humanistik dan historis dari teks-teks yang mati tersebut.
Pada Bagian II dijelaskan mengenai Tempat Teoritikus Utama. Dalam hal ini diketahui bahwa ada dua posisi utama aliran hermeneutika kontemporer saat ini yakni Emilio Betti dan Hans-George Gadamer:
a.              Heideggerian dan Hermeneutik Baru (fenomenologis) Heidegger, Gadamer, Rudolf Bultmann, Gerhard Ebeling dan Ernst Fuchs, berpendapat bahwa hermeneutika merupakan eksplorasi filosofis dari karakter dan kondisi yang dibutuhkan bagi semua pemahaman. Pemahaman adalah tindakan historis dan selalu terkait dengan masa sekarang. Interpretasi obyektifitas yang valid adalah naif, karena mengasumsikan bahwa mungkin menafsirkan dari sudut pandang tertentu di luar historis. Hermeneutika berpijak pada ontologi. Makna obyektifitas dalam sejarah tidak dapat dibicarakan, karena sejarah tidak bisa diketahui kecuali melalui subyektifitas sejarawan itu sendiri. Interpretasi teks berhubungan dengan peristiwa kata - membawa filsafat bahasa ke pusat hermeneutika; dan
b.             Schleiermarcher dan Dilthey, Betti, E.D. Hirsch berpendapat bahwa hermeneutika sebagai prinsip-prinsip umum yang mendasar bagi interpretasi. Obyektifitas ekspresi manusia bisa ditafsirkan dan mungkinnya obyektifitas historis dalam membuat interpretasi yang valid. Studi historis perlu dibebaskan dari sudut pandang historian sekarang. Heremenutika harus berfungsi memberikan prinsip-prinsip bagi interpretasi obyektif. Bahwa, apapun kemungkinan peran subyektif dalam interpretasi bahwa obyek tetap menjadi obyek dan sebuah interpretasi valid yang obyektif dapat layak diusahan dan diselesaikan. Sebuah obyek berbicara dan bisa didengar secara benar atau salah sebab disana terdapat makna yang variable obyektif dalam obyek;
Berdasarkan teori masing-masing filsuf tersebut dapat disimpulkan inti penafsiran hermeneutika yakni penafsiran dengan menelaah nuansa linguistik (kebahasaan dan makna bahasa), nuansa historitas (latar belakang dan tujuan suatu teks), nuansa psikologisme (cara pikir dari pengarang), dan nuansa dialektis (mempertanyakan logika dari keseluruhan nuansa yang ada satu sama lain). Dalam penelaahaan tersebut, setidaknya ada empat variabel penafsiran yakni terkait rentang waktu, situasi, cara berpikir, rasa dan bahasa antara para subyek (pengarang/penulis/pencipta dan pembaca/penafsir) dengan objeknya (hasil karya).

Pada Bagian III dijelaskan mengenai Manifesto Hermeneutis terhadap Interpretasi Sastra Amerika. Dalam hal ini teori sastra harus mengeksplorasi kritik fenomenologis terhadap realisme. Dalam hal ini perlu dipahami hubungan fenomenologis dan teori pemahaman. Saat seseorang memahami karya sastra, ia harus melampaui skema subyek-obyek. Karya sastra harus dilihat sebagai suatu karya (subyek) dengan pemahaman lingustik, historis dan ontologis yang mana memerlukan pengalaman dan keluasan pemahaman teks dengan menggunakan penalaran dialektis. Sehingga ditemukan jawaban mengenai apa yang sedang dilakukan oleh karya sastra tersebut pada masa itu dan apa yang hendak disampaikan olehnya saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar