BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang mana
memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar, khususnya pada sektor
pertanian. Dalam hal pemanfaatan dan pengelolannya, diperlukan adanya konsistensi
pelaksanaan sistem ekonomi. Pasal 33 UUD 1945 ayat (1),(2),(3), dan (4)
merupakan landasan orde ekonomi Indonesia, yang mana pada intinya menyebutkan
bahwa sistem perekonomian kita bertujuan pada terciptanya kesejahteraan sosial.
Artinya perekonomian Indonesia bertujuan mensejahterakan hajat hidup orang
banyak (rakyat), dengan wawasan mengutamakan kemakmuran rakyat.
Koperasi merupakan bagian tak terpisahkan dari
sistem ekonomi Indonesia. Dengan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945[1];
dan berdasar atas asas kekeluargaan[2];
serta dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan Anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan[3]
; maka koperasi merupakan bentuk usaha yang paling ideal demi terciptanya
kesejahteraan sosial.
Koperasi Unit Desa (untuk selanjutnya disebut
KUD) merupakan koperasi pertanian dalam rangka permbangunan pertanian pada
umumnya dan khususnya untuk peningkatan produksi pangan. Dengan
adanya Inpres No.2 tahun 1978 maka jenis
KUD yang sebelumnya adalah koperasi pertanian (Inpres
No 4 tahun 1973) berubah menjadi koperasi pedesaan. KUD sebagai koperasi pedesaan berarti bahwa KUD merupakan koperasi bagi
penduduk pedesaan. Sebagai lembaga usaha pedesaan, KUD memiliki peran untuk
membantu usaha para petani, khususnya yang menjadi anggota KUD, dan
mengentaskan kemiskinan yang cenderung melilit penduduk pedesaan.
Pada zaman Orde baru, KUD mendapat perhatian
yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai landasan yuridis
yang dibuat demi menegakkan koperasi, antara lain UU No. 12 tahun 1967 , Inpres
No.4 tahun 1984, Kepres No.29 dan 30 tahun 1984. KUD sebagai suatu
proses dapat dilihat dari awalnya sebuah ide (Pelita I) menjadi “ada” (Pelita
II), kemudian menjadi “lembaga dan usaha” (Pelita III), selanjutnya
lembaga tadi mengalami kemajuan,seperti meningkatnya jumlah
organisasi, meningkatnya jumlah aanggota, makin
baiknya adminsitrasi dan tambahnya kader (Pelita IV).
Terdapat kemajuan dari KUD bila dilihat dari segi perkembangannya. Namun,
apabila dilihat dari sudut usaha ternyata KUD mengalami
sedikit kemunduran, yakni volume usaha yang berkurang dan keadaan usaha
yang sedikit lesu.[4]
Setelah rezim Soeharto tersebut berakhir, di
satu sisi, perhatian pemerintah terhadap KUD mulai berkurang. Hal ini sejalan
dengan berkembangnya industrialisasi dan paham kapitalisme, dimana pembangunan
lebih diarahkan pada keberadaan sektor-sektor industri swasata yang tidak
menangani pertanian dan berasaskan pada kapitalisme. Keberadaan KUD pun seolah
dilupakan. Namun demikian, di sisi lain reformasi telah membuka kesempatan
untuk membangun kembali koperasi, termasuk koperasi pertanian (KUD) sebagai
salah satu pilar perekonomian bangsa. Hal inilah yang sedang dilakukan oleh
Pemerintah, yakni melakukan revitalisasi KUD di Indonesia guna menciptakan
pembangunan yang menyeluruh dan berasaskan kebersamaan, kekeluargaan dan gotong
royong.
Revitalisasi KUD sebenarnya sudah dimulai sejak
dikeluarkannya Inpres 18 tahun 1998, namun demikian revitalisai tersebut kurang
mendapat dukungan dari masyarakat. Masyarakat cenderung masih lebih menyukai
‘keterbatasan’ koperasi sebagaimana pada saat diterapkannya Inpres 4 tahun 1984
. daripada “keleluasaan” yang diberikan Inpres 18 tahun 1998. Belakangan, rencana
revitalisasi KUD ini muncul kembali sebagai amanat dalam pidato Presiden
Soesilo Bambang Yudhoyono pada Hari Koperasi tahun 2012.[5]
Kali ini pemerintah tampak serius untuk menggiatkan kembali KUD sebagai salah
satu bentuk usaha yang ideal bagi masyarakat Indonesia yang mana menjunjung
tinggi asas kekeluargaan demi terciptanya pembangunan Nasional yang pro rakyat
(kesejahteraan sosial).
1.2
Rumusan
Masalah
-
Bagaimana
kedudukan KUD saat ini?
-
Apa yang
dimaksud dengan revitalisasi KUD?
-
Bagaimanakah
peran revitalisasi KUD dalam Pembangunan Nasional?
1.3
Tujuan
-
Untuk
mengetahui kedudukan KUD saat ini
-
Untuk
mengetahui revitalisasi KUD
-
Untuk menjelaskan
peran revitalisasi KUD bagi Pembangunan Nasional
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kedudukan
KUD
2.1.1 Sejarah Terbentuknya KUD
Pada
tahun 1950-an muncul beberapa jenis koperasi pertanian di Indonesia, yakni
Koperasi Pertanian (Koperta), Koperasi Desa, Koperasi Kopra, dan Koperasi
Karet. Selanjutnya, pada tahun 1970-an koperasi-koperasi itu disatukan
dalam KUD (Koperasi Unit Desa). KUD sendiri pada hakikatnya merupakan penjelamaan dari BUUD (Badan
Usaha Unit Desa).
BUUD merupakan
amalgamasi dari Koperta (Koperasi Pertanian). Pada tahun 1966-1967 BUUD dikembangkan sebagai bentuk tindak lanjut
dari Koperta. BUUD merupakan penggabungan antara Koperasi Pertanian dan
Koperasi Desa yang ada dalam satu unit desa, yang disebut wilayah agro-ekonomis
dengan luas 600 sampai 1.000 hektar sawah.[6]
Tugas utama BUUD adalah untuk membantu para petani produsen dalam mengatasi
masalah proses produksi (termasuk kredit dan ketentuan bagi hasil), penyediaan
sarana produksi, serta pengolahan dan pemasaran hasil produksi. Dalam rangka
tugas inilah, BUUD melakukan pembelian gabah, menggiling dan menyetor beras ke
Dolog, serta menjadi penyalur pupuk. BUUD
didirikan pertama kali di Yogyakarta tahun 1971 sebagai model dalam menunjang
proyek Bimas. Dalam proyek Bimas, BUUD ditugasi untuk membantu dalam hal
pengadaan saprotan dan penampungan hasil produksi padi. BUUD
sendiri pada awalnya bukanlah koperasi. Pada saat itu citra koperasi cukup
buruk, sehingga dibentuklah BUUD sebagai bentuk usaha “antara” yang mana
nantinya direncanakan untuk diubah menjadi koperasi. Proses pengalihan bentuk
BUUD menjadi KUD relatif cepat, yakni kurang lebih 4 tahun.[7]
.
2.1.2
Perkembangan KUD
Pada masa Orde Baru, KUD menjadi prioritas
pengembangan. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Inpres No. 2 tahun 1978,
yang pada intinya menyatakan bahwa KUD merupakan pusat pelayanan berbagai
kegiatan perekonomian di pedesaan. Hal ini menjadikan KUD sebagai titik tekanan
dan pusat pengembangan perekonomian desa.
Dalam
tahun-tahun pertama perkembangan KUD sangatlah pesat.
Kehadiran KUD tidak terlepas dari strategi pemerintah, khususnya
dalam rangka pengadaan pangan. Sejak awal perkembangan KUD, pemerintah
menetapkan strategi tiga tahap pembinaan KUD, yaitu: ofisialisasi
(ketergantungan kepada pemerintah masih sangat besar),
deofisialisasi/debirokratisasi (ketergantungan kepada pemerintah secara
bertahap dikurangi), dan otonomi (kemandirian).
Sejalan
dengan Inpres No.2 tahun 1978, maka Inpres No 4 tahun1984 pun mengukuhkan
kembali KUD sebagai organisasi koperasi tunggal (kecuali ada izin dari menteri),yakni
satu-satunya koperasi di desa.
Selanjutnya,
pada tahun 1998, No. 4/1984 dicabut dengan hadirnya melalui Inpres No. 18/1998.
Hal ini mengakibatkan hapusnya legitimasi KUD sebagai organisasi koperasi
tunggal di tingkat pedesaan. Dampaknya banyak KUD yang runtuh. KUD tersebut tidak
sukses melaksanakan pengadaan pangan. Subsidi pupuk diberhentikan, akibatnya
KUD mengalami kesulitan dalam hal memperoleh dan menyalurkan pupuk. Akibatnya pengadaan
pangan dan penyaluran pupuk tersebut diambil alih oleh Bulog, LSM, dan swasta. Tidak
berapa lama setelahnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang meliberalisasikan
koperasi. Masyarakat dapat dengan bebas mendirikan koperasi hanya dengan izin
dari Dinas Koperasi tingkat kabupaten dan mendapatkan insentif kredit
lunak. Alhasil, tumbuhlah koperasi dengan niat mendapatkan fasilitas
pemerintah saja tanpa kegiatan. Koperasi yang demikian ini disebut juga koperasi
“papan nama”.
Dalam hal kelembagaan, KUD membentuk Pusat KUD (koperasi sekunder)
dan Induk KUD (pusat utama KUD yang mana membawahi PUSKUD dan menjadi
perwakilan KUD di tingkat nasional). Induk KUD dibentuk.pada tahun 1979, dan
disahkan menjadi Badan Hukum Koperasi dari pemerintah pada tahun 1980.[8]
2.1.3
KUD bagi
Pembangunan Nasional
A. Pembangunan
Nasional dan Sektor Pertanian Indonesia
Dalam
pembangunan nasional, kedudukan sektor pertanian adalah cukup nyata dan
penting, hal ini dapat dilihat dari proporsinya terhadap pendapatan nasional
pada tahun 1993, dimana sumbangan sektor pertanian terhadap GDP adalah 18%,
kemudian turun menjadi 15% (1997). Dengan adanya krisis ekonomi, sektor
pertanian kembali menunjukkan peranannya yang lebih besar yaitu sumbangannya
sebesar 17% pada GDP (1998).[9]
Oleh sebab itu apabila kita membahas pembangunan nasional maka secara tidak
langsung kita juga membahas perkembangan dari pembangunan pertanian.
Paradigma pembangunan
pertanian direncanakan sebagai pertanian berkelanjutan yang berada dalam
lingkup pembangunan manusia, yakni bertumpu pada kemampuan bangsa untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan kemampuan sendiri. Pembangunan
pertanian modern pun menjadi langkah strategis guna mewujudkann pembangunan
pertanian yang berkelanjutan ini. Pada pembangunan pertanian modern hal yang
diutamakan adalah peningkatan kualitas dan profesionalitas sumber manusia tani
sebagai pelaku aktif pembangunan pertanian. Inilah yang kemudian menjadi
persoalan dalam pembangunan pertanian modern, yakni modal bagi para pelaku
pembangunan pertanian (petani). Persoalan pada sektor pertanian ini pun
merupakan masalah dalam pembangunan nasional.
B. KUD dan Sektor Pertanian Indonesia
KUD sebagaimana koperasi yang tumbuh dan
berkembang “di” dan “dari” pedesaan (baik keanggotaan maupun nilai-nilai yang
dijunjung tinggi di dalamnya), dianggap “mewakili” potensi ekonomi pedesaan.
Salah satu sasaran KUD adalah pertanian. Dalam mengembangkan potensi pertanian
tersebut maka pemerintah memberikan bimbingan bantuan kepada KUD berupa
manajemen modal, pembinaan dan pengembangan, sehingga nantinya KUD tersebut
menjadi kokoh dan mampu sendiri.
Keberadaan
KUD menjadi amat penting, terkait dengan salah satunya adalah mengatasi
persoalan modal bagi para petani. KUD sebagai salah satu lembaga pendanaan
melakukan perannya melalui pola pelayanan kredit, seperti Kredit Candak Kulak (KCK) yang kemudian
disempurnakan menjadi Tempat Pelayanan Simpan PinjamKUD (TPSP-KUD), Kredit
Usaha Tani (KUT), Unit Usaha Simpan Pinjam (USP-KUD).[10]
Namun sayangnya, jumlah petani yang
menjadi anggota KUD masih sangat sedikit. Bahkan bila ada yang menjadi anggota
KUD, ternyata kira-kira sepertiga dari keseluruhan anggota KUD tersebut tidak pernah
mendapat pelayanan KUD[11].
Selanjutnya, bila kita melihat kehidupan petani di Jawa (tahun 1983), maka akan
terlihat bahwa jumlah petani relatif padat sementara pengusahaan tanahnya
terbatas. Selanjutnya, tampak pula bahwa para petani belum sanggup membeli
ataupun menggunakan teknologi baru (pupuk, benih, obat-obatan, dan lainnya)
karena penghasilannya yang terbatas. Di sisi lain, pada saat yang bersamaan
kita dapat menemukan bahwa para petani
tersebut giat melakukan upacara sosial tradisi keagamaan dengan biaya yang
lebih besar daripada anggaran penggunan teknologi baru yang telah tersedia.[12]
Para petani tersebut lebih memilih mengeluarkan uang mereka untuk upacara
tersebut daripada menjadikannya modal dalam KUD. Berdasarkan hal tersebut
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa meskipun terdapat KUD di suatu desa, para
petani tidak banyak yang sadar akan pentingnya menjadi anggota KUD. Inilah yang
kemudian akan diubah dalam revitalisasi, menumbuhkan kesadaran KUD masyarakat
desa.
Dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam sektor pertanian,
maka pada hakikatnya pemerintah terus menerus menyempurnakan strategi
pengembangan KUD, sehingga perkembangan KUD diharapkan dapat mensejahterakan
masyarakat desa, dan untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan kerjasama semua
pihak (masyarakat dan pemerintah).
2.2
Pengertian
Revitalisasi KUD
o
Revitalisasi
berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti : proses,cara, perbuatan
menghidupkan atau menggiatkan kembali[13]
o
KUD
merupakan suatu koperasi serba usaha yang beranggotakan penduduk desa dan
berlokasi di daerah pedesaan, daerah kerjanya biasanya mencakup suatu wilayah
kecamatan. Pembentukan KUD ini merupakan penyatuan dari beberapa Koperasi
Pertanian yang kecil dan banyak jumlahnya di pedesaan. Selain itu KUD memang
secara resmi di dorong perkembangannya oleh pemerintah. KUD didirkan oleh
pemerintah dengan berbagai macam fasilitas, dana yang diperoleh KUD sama dengan
koperasi lainnya yaitu berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dan
simpanan sukarela para anggota koperasi tersebut. Selain itu, dana KUD juga
berasal dari pemerintah.
Dari kedua pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa revitalisasi KUD merupakan suatu proses menggiatkan kembali
KUD, ini berarti membuat koperasi kembali menjadi penting di tengah
perkembangan zaman. Adanya revitalitas KUD ini
merupakan strategi untuk kembali membangkitkan koperasi sebagai
lokomotif untuk menunjang program ketahanan pangan.
2.3. Peran Revitalisasi KUD dalam Pembangunan
Nasional
KUD lahir karena adanya program swasembada
beras dan distributor pupuk. Namun dalam perjalanannyam peran tersebut runtuh
setelah Orde Baru. Sehingga peran PUSKUD dan KUD semakin terbatas. Revitalisasi
KUD diharapkan dapat memaksimalkan peran Puskud dan KUD serta mampu menyokong
kehidupan ekonomi masyarakat. Di dalam kelembagaan Puskud dan KUD harus bersatu
jangan bercerai berai, sehingga dalam mengembangkan usahanya dapat bersaing
dengan perusahaan besar.[14]
2.3.1 KUD dan Inpres 18 tahun 1998
Revitalisasi KUD bukan merupakan hal baru.
Inpres 18 tahun 1998 pada hakikatnya merupakan cikal gagasan revitalisasi KUD. Keberadaan
Inpres 18 tahun 1998 membuat Inpres 4 tahun 1984tidak berlaku lagi.
Pada Inpres 4 tahun
1984 memang tidak disebutkan pembatasan ataupun larangan koperasi selain KUD
untuk berkembang di pedesaan, namun pemerintah saat itu menetapkan kebijakan
bahwa KUD merupakan satu-satunya koperasi di pedesaan. Apabila terdapat
pembentukan koperasi lain di pedesaan maka akan selalu diarahkan untuk
bergabung dengan KUD yang sudah ada, atau membentuk KUD baru. Kebijakan yang
demikian ini memberi kesan bahwa pemerintah membatasi keleluasaan masyarakat
untuk mendirikan koperasi. Dengan lahirnya Inpres 18 tahun 1998 masyarakat
diberikan keleluasaan untuk mendirikan koperasi lain di dalam desa
tersebut,sesuai dengan aspirasi dan kebutuhannya di pedesaan.Meskipun diberikan
keleluasaan yang demikian,ternyata tidak banyak masyarakat yang membentuk koperasi,
khususnya koperasi sektor riil. Hal ini dikarenakan masyarakat tampak takut
bersaing dengan dunia usaha swasta, pun ini dikarenakan mayoritas pimpinan
koperasi sektor riil masih berpikir untuk menerima fasilitas pemerintah.
Akibatnya, Inpres 18 tahun 1998 pun menjadi seolah tidak bermanfaat.Revitalisasi yang
dicita-citakan Inpres 18 tahun 1998 tidak tercapai dan tentunya tidak ada
perubahan dalam pembangunan sektor pertanian. Pembangunan nasional pada sektor
pertanian bukannya semakin maju, melainkan terus mengalami kemunduran.KUD
semakin ditinggalkan.
2.3.2
Amanat Revitalisasi KUD pada Hari Koperasi 2012
Pada Hari Koperasi 2012, dalam
pidatonya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan pada intinya akan
melakukan revitalisasi KUD. KUD dipandang baik dan sangat strategis dalam
meningkatkan perekonomian rakyat di desa. Tindak lanjut dari amanat presiden itu kini
tengah gencar dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah tengah melakukan
revitalisasi.
Revitalisasi KUD dimaksudkan untuk
mendorong peran aktif KUD dalam mensukseskan program ketahanan pangan Nasional
yang bergerak dalam sektor pertanian pangan dan hortikultura, peternakan,
perikanan, perkebunan, kehutanan dan industri turunannya, melalui kerjasama
kemitraan lintas kementerian/ lembaga/instansi terkait lainnya, seperti BUMN
dan BUMS serta partisipasi aktif seluruh gubernur/bupati/walikota.[15].
Data
Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa total KUD yang berhasil
diidentifikasi mencapai 10.677 unit dengan 7.088 unit tercatat aktif dan 3.589
tidak aktif. Terhadap KUD yang tetap aktif, pembenahannya menjadi tugas seluruh
unit eseleon I Instansi. Unit Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM pun bertindak mengkoordinasikan
program aksi dari seluruh unit eselon I, menerbitkan payung hukum dan
mempersiapkan dukungan anggaran.[16]
Dengan adanya revitalisasi KUD maka KUD dapat melaksanakan tugasnya
dengan sebagaimana mestinya dan optimal. Sehingga usaha-usaha pertanian, yang
mana memiliki kontribusi besar dalam pembangunan nasional, dapat menjadi sumber
penghidupan bagi masyarkat Indonesia nya (pada umumnya) dan anggota KUD itu
sendiri (pada khususnya). Alhasil orde perekonomian Indonesia sebagaimana
dicantumkan dalam pasal 33 UUD 1945 mengenai kesejahteraan sosial dapat
tercapai.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Koperasi
merupakan bentuk usaha yang ideal sesuai dengan orde ekonomi Indonesia
sebagaimana dimuat dalam pasal 33 UUD 1945, yakni untuk mencapai kesejahteraan
sosial. KUD adalah koperasi yang
berkembang, dominan dan tersebar luas di pedesaan Inonesia dalam Orde Baru.
Sejak Orde Reformasi Koperasi diliberalisasikansehingga banyak koperasi yang
dimunculkan. Akhirnya KUD yang semula dirancang untuk menjadi satu-satunya
koperasi di pedesaan akan berkembang.
Hal ini berarti meniadakan koperasi yang kuat, sehingga kelembagaan
petani pun menjadi lemah. Kesejahteraan petani tidak lagi dapat
ditingkatkan. Bagaimana caranya agar di
pedesaan tumbuh koperasi yang kuat? Yakni dengan melakukan revitalisasi KUD.
Revitalisasi
ini bukan merupakan hal baru. Inpres No.18 tahun 1998 merupakan pemrakarsanya,
namun pada saat itu cita-cita Inpres tersebut tidak dapat terlaksana,
dikarenakan tidak mendapat dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Kini
pemerintah tengah melakukan Revitalisasi KUD lagi, berdasarkan amanat dalam
pidato Presiden pada Hari Koperasi 2012.
Masa
depan koperasi di Indonesia khususnya KUD harus dipandang secara multi
disipliner. Kehidupan KUD tergantung dari berbagai faktor yang mengelilinginya,
antara lain faktor ekonomi, sosial budaya, politik, dan lainnya. Melihat hari
depan KUD harus pula melihat bagaimana keadaan dan perhitungan masa depan dan
berbagai faktor tersebut di atas.
KUD
merupakan kebanggaan di dalam usaha-usaha pengembangan ekonomi nasional, namun
seringkali masih kurang memiliki rasa partisipasi di antara anggotanya. Oleh sebab
itu melalui revitalisasi maka KUD diharapkan akan tumbuh rasa ‘memiliki’ dan
keinginan memajukan perekonomian dan pembangunan nasional.
3.2 Saran
Pada hakikatnya sukses tidaknya revitalisasi KUD bergantung pada
terciptanya sinergitas dan peran aktif seluruh stake holder dan masyarakat (khususnya para petani dan anggota
KUD). Namun demikian, berikut beberapa poin saran khusus terhadap pemerintah :
-
Perlunya
peninjauan kembali Inpres 18 tahun 1998. Hal ini demi memperkuat peran KUD
dalam program ketahanan pangan dengan sistem pembinaan organisasi yang mengarah
pada keswadayaan KUD dan anggotanya.
-
Dilibatkannya
KUD dalam penyaluran sarana produksi, pengadaan pangan dan program-program
pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan
-
Peningkatan
kualitas SDM dalam manajemen KUD melalui pendidikan perkoperasian, pelatihan
dan pendampingan, agar rasa memiliki terhadap KUD semakin kuat
-
Mereformasi
kelembagaan KUD dengan mengintegrasikan kelompok tani dan gabungan kelompok
tani sebagai salah satu organ dalam struktur KUD.
-
Melakukan
peningkatan citra bahwa KUD adalah satu-satunya wadah perekonomian
dari,oleh,dan untuk mereka
BAB IV
DAFAR PUSAKA
Buku
Syafradji, Saleh. Pembangunan Koperasi Unit
Desa (KUD) : Tinjauan Studi Empiris. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan
Koperasi Departemen Koperasi,1995
Krisnamurthi, Bayu et.al..Prosiding
Seminar Nasional. Membangun Koperasi Pertanian dan Koperasi Perkreditan
Memasuki Milenium Ketiga. Jakarta : Art Pro2, 1999
Swasono, Sri Edi. Koperasi dalam Orde
Ekonomi Nasional. Jakarta : Ceramah pada Pendidikan Jabatan Mangement
Perbankan Umum lanjutan BNI, 1946
Suwandi, Ima. Koperasi
Unit Desa di Masa Datang. http://www.smecda.com/e-book/KUD_dmasa_datang.pdf.
Diakses pada 7 Juli 2013
Rofi’ie, Achmad dan Zainal Abidin Shahab. Seri Forum 2 :
Manajemen Koperasi: Peranan Pendidikan dan Latihan. Jakarta : SEAFDA, 1992
Koran /
Majalah
Win. KUD Lokomotif Penunjang Ketahan Pangan.Tribun
Jabar, 15 Mei 2013
Peraturan
Perundang-Undangan
UU No.17 tahun 2012 tentang Perkoperasian
Inpres No.
18 tahun 1998 tentang Peningkatan
Pembinaan Dan Pengembangan Perkoperasian
Inpres 4 tahun 1984
Internet
AHAPC.
Perkembangan Koperasi Unit Desa. http://ahapc.blogspot.com/2011/05/perkembangan-kud.html. Diakses 4 Juli 2013
Induk KUD. Sejarah.http://induk-kud.com/sejarah/?doing_wp_cron=1372822937.1741549968719482421875. Diakses 3 Juli 2013
Budianto, Arif. Jabar Akan Revitalisasi KUD,
http:// m.sindonews.com/read/2013/05/21/34/751366/jabar-akan-revitalisasi-kud .
Diakses 7 Juli 2013
Artikel. Syarief Hasan KUD Harus Menjadi Kekuatan
Ekonomi Pada Tahun 2013. http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1028:syarief-hasan-kud-harus-menjadi-kekuatan-ekonomi-pada-tahun-2013&catid=50:bind-berita&Itemid=97. Diakses 7 Juli 2013
Artikel. REVITALISASI KUD: Semua Unit Eselon I Kementerian Koperasi. http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1177:revitalisasi-kud-semua-unit-eselon-i-kementerian-koperasi-dilibatkan&catid=50:bind-berita&Itemid=97 , Diakses
7 Juli 2013
[1] Pasal
2 UU No.17 tahun 2012 tentang Perkoperasian
[2] Pasal
3 UU No.17 tahun 2012 tentang Perkoperasian
[3] Pasal
4 UU No.17 tahun 2012 tentang Perkoperasian
[4]AHAPC, “Perkembangan Koperasi
Unit Desa”, http://ahapc.blogspot.com/2011/05/perkembangan-kud.html,
diakses 4 Juli 2013
[5]
Win, “KUD Lokomotif Penunjang Ketahan Pangan”,
Tribun Jabar, (15 Mei 2013)
[6]
Induk KUD. “Sejarah”, http://induk-kud.com/sejarah/?doing_wp_cron=1372822937.1741549968719482421875 ,diakses 3 Juli 2013
[7]
Dr.Saleh Syafradji, “Pembangunan Koperasi Unit Desa (KUD) : Tinjauan Studi
Empiris”, Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi Departemen
Koperasi ,1995), hal. 21
[8]
Induk KUD. “Sejarah”, http://induk-kud.com/sejarah/?doing_wp_cron=1372822937.1741549968719482421875 ,diakses 3 Juli 2013
[9]
Dr.Ir.Bayu Krisnamurthi,MA et.al., “Prosiding Seminar Nasional. Membangun
Koperasi Pertanian dan Koperasi Perkreditan Memasuki Milenium Ketiga”, (Jakarta
: Art Pro2, 1999), hal.49
[10] Sri
Edi Swasono, “Koperasi dalam Orde Ekonomi Nasional”, (Jakarta : Ceramah pada
Pendidikan Jabatan Mangement Perbankan Umum lanjutan BNI, 1946) , hal.58
[11]Ibid.,
hal 37
[12]
Dr.Saleh Syafradji, “Pembangunan Koperasi Unit Desa (KUD) : Tinjauan Studi
Empiris”, Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi Departemen
Koperasi ,1995), hal.185
[14]
Arif Budianto, “Jabar Akan Revitalisasi KUD”, http:// m.sindonews.com/read/2013/05/21/34/751366/jabar-akan-revitalisasi-kud
, diakses 7 Juli 2013
[16]
Artikel. “REVITALISASI
KUD: Semua Unit Eselon I Kementerian Koperasi”, http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1177:revitalisasi-kud-semua-unit-eselon-i-kementerian-koperasi-dilibatkan&catid=50:bind-berita&Itemid=97 , diakses 7 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar