Hukum Asuransi
3 Oktober 2013
Asuransi
merupakan suatu perjanjian yang mana memiliki perbedaan dari perjanjian pada
umumnya. Berikut akan dipaparkan mengenai perjanjian asuransi (ringkasan BAB 2
Buku Ajar Hukum Asuransi : Perjanjian Asuransi) :
1.
Para
Pihak dan Penerapannya dalam Sistem Asuransi
Penanggung :
Perusahaan
asurnasi yang beroperasi berdasarkan izin usaha dari Pemerintah atau dibentuk
oleh suatu Peraturan Perundang-Undangan.
Penaggung
menjalankan 5 aktifitas yakni : (1) produksi (production), (2) underwriting,
(3) penentuan tarif (rate making), (4)
pemeriksaan klaim (loss settlement), dan
(5) pembayaran klaim (finance)
Tertanggung :
Pribadi kodrati
atau pribadi hukum. Tertanggung dapat mengasuransikan dirinya sendiri atau
mengassuransikan orang lain jika memiliki kepentingan finansial yang sah dengan
orang lain tersebut, misalnya : orang tua dapat mengasuransikan anaknya.
Tertanggung yang wajib membayar premi dan berhak mengajukan klaim adalah yang
di dalam Polis disebut sebagai Pemegang Polis.
2.
Obyek
Asuransi dan Penutupannya
Klasifikasi obyek
asuransi oleh Elliot & Vaughan :
-
Risiko Manusia yaitu
risiko yang berkaitan dengan hilangnya pendapatan atau asset sebagai akibat
dari hilangnya kemampuan memperoleh pendapatan, misalnya risiko : kematian,
pensiunan yang tidak produktif, sakit atau cacat, dan pengangguran.
-
Risiko Harta yaitu risiko
berkaitan dengan hilangnya suatu harta, hilangnya keuntungan ya yang seharusnya
dapat diperoleh dari suatu harta, atau tidak dapat dipakainya suatu harta,
misalnya risikoo : dicuri, hilang, terbakar, atau rusak terhadap sutau benda,
dan interupsi bisnis.
-
Risiko Tanggung Jawab
HUkum (liability risk) yaitu risiko
berkaitan dengan kewajiban untuk membayar ganti kerugian akibat Perbuatan
Melawan HUkum yang terbukti dilakukan, misalnya : risiko tanggung jawab dokter
terkait malpraktek, tanggung jawab direksi dna komisaris, tanggung jawab
penyedia jasa internet, dan lainnya.
Pasal 247 KUHD
Berbagai obyek yang dapat dipertanggungjawabkan, yaitu
: bahaya kebakaran, bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen,
jiwa satu orang atau lebih, bahaya laud an bahaya perbudakkan, bahaya
pengangkutan di darat, di sungai, dan perairan pedalaman. Hal-hal tersebut merupakan contoh dan yang
diatur secara eksplisit dalam KUHD
Jika produk
asuransi tersebut merupakan produk asuransi syariah, maka harus dilakukan terlebih
dahulu pemeriksaan oleh Dewan Pengawas Syariah untuk memastikan kehalalannya.
Berkaitan
dengan penutupan atas suatu obyek
asuransi, berdasarkan PP 73/92 ditetapkan bahwa obyek asuransi di Indonesia
hanya dapat dipertanggungkan pada perusahaan asuransi yang mendapat izin usaha
dari Menteri. Namun demikian, masih diperbolehkan mengasuransikan suatu obyek
asuransi yang ada di Indonesia pada perusahaan asuransi di luar negeri (dalam
hal ini hukum yang berlaku adalah hukum yang disepakati pada pihak), apabila:
-
Tidak ada perusahaan
asuransi di Indonesia, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, yang
memiliki kemampuan menahan risiko asuransi dari obyek yang bersangkuta; atau
-
Tidak ada perusahaan
asuransi yang bersedia melakukan penutupan asuranasi atas obyek yang
bersangkutan; atau
-
Pemilik obyek asuransi
yang bersangkutan bukan Warga Negara Indonesia atau buka badan hukum Indonesia.
3.
Obyek
Asuransi dan Kebebasan memilih Penanggung
UU
UP menetapkan bahwa penutupan asuransi atas obyek asuransi harus didasarkan
pada kebebasan memilih Penanggung, kecuali bagi program Asuransi Sosial. Hal
ini guna melindungi hak Tertanggung agar dapat secara bebas memilih perusahaan
asuransi sebagai Penanggungnya, sebab Tertanggung adalah pihak yang paling
berkepentingan atas obyek yang dipertanggungkannya.
Dalam
hal pelanggaran asas kebebasan memilih Penanggung ketika ia mempaketkan
penjualan produknya dengan suatu asuransi dan mewajibkan pembeli produk
tersebut untuk juga menutup asuransi pada perusahaan asuransi tertentu yang
ditunjuk oleh Penjual maka harus dilihat jenis produknya apakah memiliki
alternatif atau tidak. Jika merupakan produk esensial dan tidak ada alternative
di pasar, maka harus dianggap ada unsur keterpaksaan, sehingga hal tersebut
merupakan pelanggaran asas kebebasan memilih Penanggung.
4.
Syarat
Sahnya Perjanjian Asuransi
- Syarat Umum (1320
KUHPer)
(1)
Kesepakatan
(2)
Kecakapan
(3)
Adanya hal tertentu
(4)
Sebab yang halal
- Syarat Khusus :
(1) Adanya
kepentingan finansial atas obyek yang dipertanggungkan (insurable interest)
(2) Adanya
itikad paling baik (Utmost Good Faith)
5.
Penafsiran
Perjanjian
Jika
terdapat klausula yang ambigu di dalam Polis maka penafsirannya menggunakan
doktrin contra profentem. Maksudnya
adalah bahwa jika kalusula dalam suatu perjanjian diusulkan oleh salah satu pihak,
maka penafsiran atas kata-kata, kalimat, atau klausula tersebut harus dilakukan
menurut tafsiran yang menguntungkan pihak yang tidak menyusun perjanjian
tersebut. Doktrin ini sudah diakui dalam UNIDROIT. Doktrin ini sebenarnya sudah
disebutkan dalam pasal 1349 KUHPerdata, hanya namanya saja berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar