Kamis, 02 Mei 2019

Hukum Asuransi


Hukum Asuransi

3 Oktober 2013
Asuransi merupakan suatu perjanjian yang mana memiliki perbedaan dari perjanjian pada umumnya. Berikut akan dipaparkan mengenai perjanjian asuransi (ringkasan BAB 2 Buku Ajar Hukum Asuransi : Perjanjian Asuransi) :
1.      Para Pihak dan Penerapannya dalam Sistem Asuransi
Penanggung          :
Perusahaan asurnasi yang beroperasi berdasarkan izin usaha dari Pemerintah atau dibentuk oleh suatu Peraturan Perundang-Undangan.
Penaggung menjalankan 5 aktifitas yakni : (1) produksi (production), (2) underwriting, (3) penentuan tarif (rate making), (4) pemeriksaan klaim (loss settlement), dan (5) pembayaran klaim (finance)

Tertanggung          :
Pribadi kodrati atau pribadi hukum. Tertanggung dapat mengasuransikan dirinya sendiri atau mengassuransikan orang lain jika memiliki kepentingan finansial yang sah dengan orang lain tersebut, misalnya : orang tua dapat mengasuransikan anaknya. Tertanggung yang wajib membayar premi dan berhak mengajukan klaim adalah yang di dalam Polis disebut sebagai Pemegang Polis.

2.      Obyek Asuransi dan Penutupannya
Klasifikasi obyek asuransi oleh Elliot & Vaughan :
-          Risiko Manusia yaitu risiko yang berkaitan dengan hilangnya pendapatan atau asset sebagai akibat dari hilangnya kemampuan memperoleh pendapatan, misalnya risiko : kematian, pensiunan yang tidak produktif, sakit atau cacat, dan pengangguran.
-          Risiko Harta yaitu risiko berkaitan dengan hilangnya suatu harta, hilangnya keuntungan ya yang seharusnya dapat diperoleh dari suatu harta, atau tidak dapat dipakainya suatu harta, misalnya risikoo : dicuri, hilang, terbakar, atau rusak terhadap sutau benda, dan interupsi bisnis.
-          Risiko Tanggung Jawab HUkum (liability risk) yaitu risiko berkaitan dengan kewajiban untuk membayar ganti kerugian akibat Perbuatan Melawan HUkum yang terbukti dilakukan, misalnya : risiko tanggung jawab dokter terkait malpraktek, tanggung jawab direksi dna komisaris, tanggung jawab penyedia jasa internet, dan lainnya.
Pasal 247 KUHD
Berbagai obyek yang dapat dipertanggungjawabkan, yaitu : bahaya kebakaran, bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen, jiwa satu orang atau lebih, bahaya laud an bahaya perbudakkan, bahaya pengangkutan di darat, di sungai, dan perairan pedalaman.  Hal-hal tersebut merupakan contoh dan yang diatur secara eksplisit dalam KUHD
Jika produk asuransi tersebut merupakan produk asuransi syariah, maka harus dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan oleh Dewan Pengawas Syariah untuk memastikan kehalalannya.
Berkaitan dengan penutupan atas suatu obyek asuransi, berdasarkan PP 73/92 ditetapkan bahwa obyek asuransi di Indonesia hanya dapat dipertanggungkan pada perusahaan asuransi yang mendapat izin usaha dari Menteri. Namun demikian, masih diperbolehkan mengasuransikan suatu obyek asuransi yang ada di Indonesia pada perusahaan asuransi di luar negeri (dalam hal ini hukum yang berlaku adalah hukum yang disepakati pada pihak), apabila:
-          Tidak ada perusahaan asuransi di Indonesia, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, yang memiliki kemampuan menahan risiko asuransi dari obyek yang bersangkuta; atau
-          Tidak ada perusahaan asuransi yang bersedia melakukan penutupan asuranasi atas obyek yang bersangkutan; atau
-          Pemilik obyek asuransi yang bersangkutan bukan Warga Negara Indonesia atau buka badan hukum Indonesia.

3.      Obyek Asuransi dan Kebebasan memilih Penanggung
UU UP menetapkan bahwa penutupan asuransi atas obyek asuransi harus didasarkan pada kebebasan memilih Penanggung, kecuali bagi program Asuransi Sosial. Hal ini guna melindungi hak Tertanggung agar dapat secara bebas memilih perusahaan asuransi sebagai Penanggungnya, sebab Tertanggung adalah pihak yang paling berkepentingan atas obyek yang dipertanggungkannya.
Dalam hal pelanggaran asas kebebasan memilih Penanggung ketika ia mempaketkan penjualan produknya dengan suatu asuransi dan mewajibkan pembeli produk tersebut untuk juga menutup asuransi pada perusahaan asuransi tertentu yang ditunjuk oleh Penjual maka harus dilihat jenis produknya apakah memiliki alternatif atau tidak. Jika merupakan produk esensial dan tidak ada alternative di pasar, maka harus dianggap ada unsur keterpaksaan, sehingga hal tersebut merupakan pelanggaran asas kebebasan memilih Penanggung.

4.      Syarat Sahnya Perjanjian Asuransi
- Syarat Umum (1320 KUHPer)
(1) Kesepakatan
(2) Kecakapan
(3) Adanya hal tertentu
(4) Sebab yang halal
- Syarat Khusus :
(1)   Adanya kepentingan finansial atas obyek yang dipertanggungkan (insurable interest)
(2)   Adanya itikad paling baik (Utmost Good Faith)

5.      Penafsiran Perjanjian
Jika terdapat klausula yang ambigu di dalam Polis maka penafsirannya menggunakan doktrin contra profentem. Maksudnya adalah bahwa jika kalusula dalam suatu perjanjian diusulkan oleh salah satu pihak, maka penafsiran atas kata-kata, kalimat, atau klausula tersebut harus dilakukan menurut tafsiran yang menguntungkan pihak yang tidak menyusun perjanjian tersebut. Doktrin ini sudah diakui dalam UNIDROIT. Doktrin ini sebenarnya sudah disebutkan dalam pasal 1349 KUHPerdata, hanya namanya saja berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar