Kamis, 02 Mei 2019

Eksekusi dalam Tiga UU PERATUN


Jelaskan persamaan dan perbedaan prosedur eksekusi dalam UU No.5 tahun 1986, UU No.9 tahun 2004, dan UU No.51 tahun 2009!

26 November 2013

PERSAMAAN :
Eksekusi hanya dapat dilakukan pada putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 115 UU No.5 tahun 1986 jo UU No.9 tahun 2004 jo UU No.51 tahun 2009 tentang PTUN).  Adapun mengenai kewajiban jumlah uang/kompensasi, maka  sepanjang mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (11) apabila Tergugat tidak dapat atau tidak dapat dengan sempurna melaksanakan putusan Pengadilan (yang telah berkekuatan hukum tetap) disebabkan berubahnya keadaan yang terjadi setelah putusan Pengadilan (baik pada saat putusan dijatuhkan ataupun telah berkekuatan hukum tetap) maka ia wajib memberitahukannya kepada Ketua Pengadilan dan Penggugat. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima “pemberitahuan” tersebut, maka Penggugat dapat mengajukan “permohonan” kepada Ketua Pengadilan agar Tergugat dibebani kewajiban membayar sejumlah uang atau kompensasi lain yang diinginkannya. Selanjutnya, Ketua Pengadilan memerintahkan memanggil kedua belah pihak untuk mengusahakan tercapainya kesepakatan mengenai jumlah uang atau kompensasi. lain yang harus dibebankan kepada tergugat. Apabila tidak tercapai kesepakatan, maka Ketua Pengadilan dengan penetapan yang disertai pertimbangan yang cukup menentukan jumlah uang atau kompensasi lain yang dimaksud. Penetapan Ketua Pengadilan tersebut dapat diajukan baik oleh penggugat maupun oleh tergugat kepada Mahkamah Agung untuk ditetapkan kembali. Putusan Mahkamah Agung tersebut selanjutnya wajib ditaati kedua belah pihak  (pasal 117 UU No.5 tahun 1986 jo UU No.9 tahun 2004 jo UU No.51 tahun 2009 tentang PTUN ). Selanjutnya mengenai pengawasan terhadap pelaksanaan putusan Pengadilan (yang telah berkekuatan hukum tetap) dilakukan oleh Ketua Pengadilan (pasal 119 UU No.5 tahun 1986 jo UU No.9 tahun 2004 jo UU No.51 tahun 2009 tentang PTUN)

PERBEDAAN :
Mengenai jangka waktu pengiriman salinan putusan dengan surat tercatat oleh Panitera, UU No.5 tahun 1986 dan UU No.9 tahun 2004 menetapkan dikirimkan selambat-lambatnya 14 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap , sedangkan UU No.51 tahun 2009 menetapkan dikirimkan selambat-lambatnya dikirimkan 14 hari kerja. Penambahan keterangan “hari kerja” ini menunjukkan bahwa hari minggu dan libur tidak dihitung dalam penentuan jangka waktu.  Adapun  mengenai putusan yang  belum berkekuatan hukum tetap, maka para pihak dapat memperoleh salinannya yang dibubuhi catatan Panitera bahwa putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan UU No.5 tahun 1986 dan UU No.9 tahun 2004 maka dalam 4 bulan setelah putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut dikirimkan dan tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, maka Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Sementara itu UU No.51 tahun 2009 menetapkan jangka waktunya adalah 60 hari kerja setelah putusan tersebut diterima oleh Tergugat. 
Dalam hal Tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 3 bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka Penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan agar Pengadilan memerintahkan Tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut. Jangka waktu 3 bulan ini terdapat dalam ketentuan UU No.5 tahun 1986 dan UU No.9 tahun 2004, sedangkan berdasarkan UU No.51 tahun 2009 maka jangka waktunya adalah setelah 90 hari kerja. Adapun tenggang waktu 3 bulan dalam UU No.5 tahun 1986 tersebut tidak bersifat memaksa, artinya Ketua Pengadilan Tinggi tentu akan berlaku bijaksana sebelum menyurati atasan Pejabat Tata Usaha Negara tersebut.
Selanjutnya, dalam hal jika Tergugat masih tetap tidak mau melaksanakan putusan, berdasarkan UU No.5 tahun 1986 maka Ketua Pengadilan mengajukan hal ini kepada instansi atasan Tergugat menurut jenjang jabatan. Selanjutnya instansi atasan tersebut, dalam waktu 2 bulan setelah menerima pemberitahuan dari Ketua Pengadilan harus sudah memerintahkan pejabat yang dimaksud melaksanakan putusan Pengadilan tersebut. Apabila  instansi atasan  tersebut tidak mengindahkan pemberitahuan tersebut, maka Ketua Pengadilan mengajukan hal ini kepada Presiden untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
Sementara itu berdasarkan UU No.9 tahun 2004 dan UU No.51 tahun 2009 maka dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif. Adapun yang dimaksud dengan “pejabat yang bersangkutan dikenakan uang paksa” berdasarkan UU No.9 tahun 2004 dan UU No.51 tahun 2009 tersebut adalah pembebanan berupa pembayaran sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim yang dicantumkan dalam amar putusan. Apabila Pejabat tersebut tidak melaksanakan putusan, maka akan diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera sejak tidak terpenuhinya kewajiban Pejabat tersebut. Lebih lanjut UU No.51 tahun 2009 mengatur bahwa di samping diumumkan pada media massa cetak setempat, ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan. Ketentuan pada UU No.51 tahun 2009 ini mirip dengan ketentuan UU No.5 tahun 1986, yakni adanya keterlibatan Presiden sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap aparatur pemerintah yang tidak menjalankan fungsi pemerintahan dengan baik, namun demikian dalam UU No.51 tahun 2009 ini terdapat tambahan keterlibatan yakni dari lembaga perwakilan rakyat. Lembaga perwakilan rakyat ini dapat diartikan sebagai DPR maupun DPRD.  Dalam UU No.51 tahun 2009 disebutkan lebih lanjut bahwa ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administratif, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau sanksi administratif diatur dengan peraturan perundangundangan.
Perbedaan prosedur eksekusi sebagaimana diatur dalam UU No.5 tahun 1986, UU No.9 tahun 2004, dan UU No.51 tahun 2009 tentang PTUN terlihat dari adanya perbedaan jangka waktu dan eksekusi putusan terhadap pejabat yang tidak bersedia melaksanakan putusan sebagaimana mestinya. Perbedaan lainnya adalah mengenai dihapusnya ketentuan pasal 118 mengenai gugatan perlawanan dari pihak ketiga dihapus pada UU No.9 tahun 2004 dan UU No.51 tahun 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar