Jelaskan persamaan dan perbedaan
prosedur eksekusi dalam UU No.5 tahun 1986, UU No.9 tahun 2004, dan UU No.51
tahun 2009!
26 November 2013
PERSAMAAN :
Eksekusi hanya dapat
dilakukan pada putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
(Pasal 115 UU No.5 tahun 1986 jo UU No.9 tahun 2004 jo UU No.51 tahun 2009
tentang PTUN). Adapun mengenai kewajiban
jumlah uang/kompensasi, maka sepanjang mengenai
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (11) apabila Tergugat tidak
dapat atau tidak dapat dengan sempurna melaksanakan putusan Pengadilan (yang
telah berkekuatan hukum tetap) disebabkan berubahnya keadaan yang terjadi
setelah putusan Pengadilan (baik pada saat putusan dijatuhkan ataupun telah
berkekuatan hukum tetap) maka ia wajib memberitahukannya kepada Ketua
Pengadilan dan Penggugat. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima
“pemberitahuan” tersebut, maka Penggugat dapat mengajukan “permohonan” kepada
Ketua Pengadilan agar Tergugat dibebani kewajiban membayar sejumlah uang atau
kompensasi lain yang diinginkannya.
Selanjutnya, Ketua Pengadilan memerintahkan memanggil kedua belah pihak untuk
mengusahakan tercapainya kesepakatan mengenai jumlah uang atau kompensasi. lain
yang harus dibebankan kepada tergugat. Apabila tidak tercapai kesepakatan, maka
Ketua Pengadilan dengan penetapan yang disertai pertimbangan yang cukup
menentukan jumlah uang atau kompensasi lain yang dimaksud. Penetapan Ketua
Pengadilan tersebut dapat diajukan baik oleh penggugat maupun oleh tergugat
kepada Mahkamah Agung untuk ditetapkan kembali. Putusan Mahkamah Agung tersebut
selanjutnya wajib ditaati kedua belah pihak
(pasal 117 UU No.5 tahun 1986 jo UU No.9 tahun 2004 jo UU No.51 tahun
2009 tentang PTUN ). Selanjutnya mengenai pengawasan terhadap pelaksanaan
putusan Pengadilan (yang telah berkekuatan hukum tetap) dilakukan oleh Ketua
Pengadilan (pasal 119 UU No.5 tahun 1986 jo UU No.9 tahun 2004 jo UU No.51 tahun
2009 tentang PTUN)
PERBEDAAN :
Mengenai jangka waktu
pengiriman salinan putusan dengan surat tercatat oleh Panitera, UU No.5 tahun
1986 dan UU No.9 tahun 2004 menetapkan dikirimkan selambat-lambatnya 14 hari sejak putusan berkekuatan hukum
tetap , sedangkan UU No.51 tahun 2009 menetapkan dikirimkan selambat-lambatnya
dikirimkan 14 hari kerja. Penambahan
keterangan “hari kerja” ini menunjukkan bahwa hari minggu dan libur tidak
dihitung dalam penentuan jangka waktu.
Adapun mengenai putusan yang belum berkekuatan hukum tetap, maka para
pihak dapat memperoleh salinannya yang dibubuhi catatan Panitera bahwa putusan
tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan UU No.5
tahun 1986 dan UU No.9 tahun 2004 maka dalam 4 bulan setelah putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap tersebut dikirimkan dan tergugat tidak melaksanakan kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, maka Keputusan Tata Usaha
Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Sementara
itu UU No.51 tahun 2009 menetapkan jangka waktunya adalah 60 hari kerja setelah putusan tersebut diterima oleh Tergugat.
Dalam hal Tergugat
ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97
ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 3 bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka
Penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan agar Pengadilan
memerintahkan Tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut. Jangka waktu 3
bulan ini terdapat dalam ketentuan UU No.5 tahun 1986 dan UU No.9 tahun 2004,
sedangkan berdasarkan UU No.51 tahun 2009 maka jangka waktunya adalah setelah 90 hari kerja. Adapun tenggang waktu 3
bulan dalam UU No.5 tahun 1986 tersebut tidak bersifat memaksa, artinya Ketua
Pengadilan Tinggi tentu akan berlaku bijaksana sebelum menyurati atasan Pejabat
Tata Usaha Negara tersebut.
Selanjutnya, dalam hal
jika Tergugat masih tetap tidak mau melaksanakan putusan, berdasarkan UU No.5
tahun 1986 maka Ketua Pengadilan mengajukan hal ini kepada instansi atasan
Tergugat menurut jenjang jabatan. Selanjutnya instansi atasan tersebut, dalam
waktu 2 bulan setelah menerima pemberitahuan dari Ketua Pengadilan harus sudah
memerintahkan pejabat yang dimaksud melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
Apabila instansi atasan tersebut tidak mengindahkan pemberitahuan
tersebut, maka Ketua Pengadilan mengajukan hal ini kepada Presiden untuk
memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
Sementara itu berdasarkan
UU No.9 tahun 2004 dan UU No.51 tahun 2009 maka dalam hal tergugat tidak
bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa
pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif. Adapun yang
dimaksud dengan “pejabat yang bersangkutan dikenakan uang paksa” berdasarkan UU
No.9 tahun 2004 dan UU No.51 tahun 2009 tersebut adalah pembebanan berupa
pembayaran sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim yang dicantumkan dalam amar
putusan. Apabila Pejabat tersebut tidak melaksanakan putusan, maka akan
diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera sejak tidak
terpenuhinya kewajiban Pejabat tersebut. Lebih lanjut UU No.51 tahun 2009
mengatur bahwa di samping diumumkan pada media massa cetak setempat, ketua
pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan
pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan
pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi
pengawasan. Ketentuan pada UU No.51 tahun 2009 ini mirip dengan ketentuan UU
No.5 tahun 1986, yakni adanya keterlibatan Presiden sebagai pemimpin tertinggi
pemerintahan berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap aparatur
pemerintah yang tidak menjalankan fungsi pemerintahan dengan baik, namun
demikian dalam UU No.51 tahun 2009 ini terdapat tambahan keterlibatan yakni
dari lembaga perwakilan rakyat. Lembaga perwakilan rakyat ini dapat diartikan
sebagai DPR maupun DPRD. Dalam UU No.51
tahun 2009 disebutkan lebih lanjut bahwa ketentuan mengenai besaran uang paksa,
jenis sanksi administratif, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa
dan/atau sanksi administratif diatur dengan peraturan perundangundangan.
Perbedaan prosedur
eksekusi sebagaimana diatur dalam UU No.5 tahun 1986, UU No.9 tahun 2004, dan
UU No.51 tahun 2009 tentang PTUN terlihat dari adanya perbedaan jangka waktu
dan eksekusi putusan terhadap pejabat yang tidak bersedia melaksanakan putusan
sebagaimana mestinya. Perbedaan lainnya adalah mengenai dihapusnya ketentuan
pasal 118 mengenai gugatan perlawanan dari pihak ketiga dihapus pada UU No.9
tahun 2004 dan UU No.51 tahun 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar