Kamis, 02 Mei 2019

Catatan Perbandingan Hukum Perdata: Common Law


Perbandingan Hukum Perdata : COMMON LAW

24 Maret 2014
Tradisi hukum Common law atau yang disebut juga sistem hukum Anglo Saxon atau Anglo Amerika merupakan tradisi hukum yang berasal dari hukum Inggris. Ada banyak bukti sejarah yang menunjukkan bahwa tradisi hukum dipengaruhi oleh hukum Romawi Kuno, hal ini dapat dibenarkan , namun demikian  unsur hukum Romawi Kuno tersebut tidak begitu tampak dalam sistem common law saat ini. Semua Negara yang pernah dijajah atau dipengaruhi Inggris menganut sistem Anglo Saxon, yakni Amerika Serikat, Australia, India, Malaysia, Singapura, dan lainnya. Adapun penerapan hukum common law secara materil berbeda tergantung pada pengaruh kebudayaan setempat. Usia tradisi hukum Anglo Saxon lebih muda daripada tradisi hukum Eropa Kontinental. Anglo Saxon lahir sejak tahun 1066 Masehi, yakni pada masa The Norman Conquest of England.
Pada hakekatnya common law merupakan hukum yang mula-mula diciptakan dan dikembangkan oleh badan peradilan di Inggris, Common Law Courts, yang bertugas menyelesaikan perselisihan antar individu. Oleh sebab itu sistem pengaturan hukum common law adalah sistem terbuka, artinya norma hukum yang tepat dan adil tidak tersimpan dalam suatu sistem pengaturan tertutup melainkan dapat ditemukan dalam setiap perkara yang diadili berdasarkan fakta-fakta dalam perkara tersebut dengan berpedoman pada apa yang dirasakan adil dalam setiap perkara. Norma hukum yang adil itu tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor dalam perkara yang bersangkutan. Oleh karena itu, hukum Inggris disebut juga “Case-Law”. Hal ini menyebabkan perumusan hukumnya menjadi lebih konkrit dan tidak bermaksud memberikan pengaturan umum bagi tingkah laku manusia dalam masyarakat sebagaimana hukum Romawi Jeman. Tugas pokok para sarjana hukum adalah mencari jalan untuk mengembalikan serta mempertahankan keadaan damai dalam masyarakat dan tidak untuk memberikan pengaturan atas dasar moral pada masyarakat yang bersangkutan. Perumusan norma hukumnya cenderung bersifat kasuistis insidentil dan dirumuskan secara rinci, sehingga bersifat Case Law Study, artinya tidak bermaksud untuk melihat ke depan,melainkan terfokus pada penyelesaian sengketa yang terjadi pada saat itu.[1]
Selanjutnya berkembangnya common law berkaitan dengan kekuasaan Raja oleh karena dikembangkan oleh para hakim yang berperan dalam perkara-perkara yang mengandung gangguan-gangguan terhadap kekuasan Raja. Sehingga common law ini lebih bersifat hukum publik. Dalam perkembangannya, penerapan hukum common law mengalami banyak kekurangan dan kelemahan. Untuk mengatasinya melalui intervensi Raja timbul suatu lembaga yang disebut Equity. Common law dilaksanakan oleh Common Law Court, sementara equity dilaksanakan oleh Court of Equity atau Court of Chancellor yang dipimpin oleh seorang pejabat gereja (Lord of Chancery).
Dalam hal untuk memahami tradisi hukum common law, maka kita dapat melihat pada konsepsi hukum, struktur hukum dan sumber hukumnya berikut ini:
-          Konsepsi hukum common law mengatur bahwa fungsi norma hukum dimaksudkan untuk mengakhiri terjadinya benturan kepentingan. Norma hukum dirumuskan secara rinci dan kasuistis, namun tetap dapat mengikuti perkembangan zaman sebab hakim berperan dalam menciptakan norma hukum. Norma hukum berkembang dan dikembangkan oleh badan peradilan dan hakim amat berperan dalam pembentukan norma hukum, sehingga norma hukum dikembangkan dalam bentuk yurisprudensi (sumber hukum utama). Hakim dalam hal ini tidak hanya berperan mengisi tetapi juga membentuk legal frame work-nya. Dalam mengkonsepsi kaedah hukum yang bersifat insidentil kasuistis maka digunakan aspek Litigious.
-          Adapun sumber hukum utama pada keluaraga hukum common law adalah yurisprudensi (keputusan hakim). Sumber hukum lainnya adalah hukum statute, custom, legal writing, doctrine dan rasen. Hal ini sangat terkait dengan organisasi peradilan dan adanya asas precedent
-          Di lihat dari struktur hukumnya,common law berkembang dan dikembangkan oleh praktek badan peradilan di Inggris.Sehingga common law tidak mengenal pengelompokkan hukum dalam kelompok norma hukum privat dan publik, melainkan kelompok norma hukum common law dan kelompok equity. Common law dikembangkan oleh Common Law Court, sementara equity dikembangkan atau sebagai hasil dari Court of Equity atau Court of Chancellor. Judicature Act 1873 – 1875 mengatur mengenai penggabungan kedua badan peradilan tersebut, meskipun demikian prosedur peradilan masih mengikuti tradisi sebelumnya. Adapun bidang hukum common law meliputi hukum pidana, hukum perjanjian, torts, undue influence, dan lainnya. Sementara bidang hukum equity meliputi law of property, trust, partnership, companies, bankcruptcy, settlement of estates, dan lainnya.[2]
Adapun untuk mengetahui struktur hukum keluarga hukum Common Law maka perlu dikaitkan dengan pengertian common law itu sendiri, hal ini berkaitan erat dengan Struktur Hukum Inggris. Common law sebagaimana diketahui dilahirkan di Inggris sebagai hasil perkembangan hukum yang tumbuh karena aktivitas badan-badan peradilan selama berabad-abad sejak saat kedatangan bangsa Normandia di Inggris. Adapun Hukum Inggris dalam arti sempit dan murni hanya berlaku di daerah “England and Wales”, jadi tidak berlaku di Irlandia Utara, Scotland, Kepulauan Channel dan pulau Man. Hukum Inggris menduduki tempat yang sangat penting dalam Keluarga Hukum Common Law karena dianggap sebagai model bagi perkembangan hukum di daerah lain dalam lingkungan Hukum Common Law. Oleh sebab itu, untuk lebih mengenal isi dan sifat common law pada umumnya, maka terlebih dahulu harus dipahami Hukum Inggris. Berikut hal-hal penting mengenai Hukum Inggris:
-          Dalam sistem Hukum Inggris dikenal pembidangan antara Common Law dan Equity. Hukum Inggris tidak mengenal pembidangan hukum perdata dan publik sebagaimana di Negara Civil Law. Hukum Inggris juga tidak mengenal pembedan antara hukum yang bersifat memaksa dan mengatur dalam rangka merumuskan norma hukumnya.  Hukum Inggris merupakan produk dari tradisi dan tumbuh dalam kerangka yang digariskan hukum acaranya.
Pembidangan kaedah hukum Inggris berupa common law dan equity, didasarkan pada sejarah perkembangan hukum Inggris itu sendiri. Equity  adalah sekumpulan norma-norma hukum yang berkembang pada abad XV dan XVI dan diterapkan oleh peradilan (Court of Chancellor) yang berfungsi melengkapi atau mengkoreksi Common Law. Equity merupakan suatu bentuk upaya meminta bantuan Raja untuk mengintervensi demi memberikan keadilan terkait dengan kelemahan-kelemahan Common Law. Chancellar dalam hal ini tidak menciptakan hukum baru guna memperbaiki common law yang dibuat oleh Common Law Courts, melainkan  ia tetap berpegang pada Common law. Hanya saja bila terdapat kemacetan pada peradilan Common Law, maka chancellar wajib melakukan campur tangan untuk mengatasi kemacetan tersebur sehingga sengketa dapat diselesaikan secara adil. Adapun terdapat penerapan sistem equity. Eqiuty pada dasarnya tidak melanggar Common Law. Equity mengikuti common law, hanya jika diperlukan maka equity  melengkapinya dengan norma hukum yang baru sebagai pelengkapnya. Guna melaksanakan keputusan Courts oda Chancery maka Chancellor mengeluarkan perintah-perintah serta larangang-larangan yang ditujukan kepada pribadi pihak yang bersangkutan agar dapat dilaksanakan sebagaimana dituntut oleh moral serta hati nurani manusia. Sanksi tidak dilaksanakannya hal tersebut adalah hukuman penjara.  Sanksi-sanksi tersebut pada hakikatnya beruapa suatu kebijaksanaan, bukan suatu keharusan. Namun demikian bila ternyata tidak dipenuhi maka bagi yang melanggar dapat diberikan tindakan paksaan badan. Equity diselenggarakan secara tertulis, inquisitive, serta dijiwai oleh hukum Kanonik. Sedangkan badan peradilan juri tidak dikenal. Demikian juga pelaksanaan profesi sebagai barrister dalam peradilan equity adalah berbeda dengan profesi barrister dalam peradilan Common Law. Peradilan equity berwenang menangani perkara yang tidak bersifat contradictoir seperti permohonan memberi petunjuk kepada Trustee dalam menjalankan tugasnya mengurus harta kekayaan yang diserahkan kepadanya.
Hukum Equity yang semula hanya merupakan kebijaksanaan lama –lama menjadi hukum dalam arti sebenernya. Sehingga timbulah dualisme hukum dalam bidang Hukum Acaranya, yaitu Hukum Acara yang berlaku bagi penyelenggaran proses peradilan Common Law (Common Law Court) dan peradilan Equity (Court of Equity).Oleh sebab itu dikeluarkanlah Judicature Act (1873 – 1875), demi mengakhiri dualism peradilan tersebut. Namun demikian peraturan mengenai prosedur di hadapan forum peradilan yang berifat dualistis tersebut tetap berlaku, artinya suatu perkata dapat saja diperiksa di ‘kamar’ terkait aspek  Common Law dan di ‘kamar’ lainnya terkait aspek Equity.Oleh sebab itu penting diketahui bidang hukum manakah yang termasuk common law dan termasuk equity.
-          Kalangan ilmu hukum (universitas) tidak memegang peranan dalam perkembangan Hukum Inggris. Hukum Inggris berkembang karena pengaruh praktek hukum tegasnya melalui yurisprudensi.
-          Adanya lembaga Trust. Trust merupakan lembaga yang mengatur suatu kekayaan yang oleh seorang Trustor (Settlor) diserahkan kepada orang lain atau pihak kedua (Trustee) yang dipercayainya untuk diurus atau dipelihara guna kepentingan pihak ketiga, yaitu Beneficiary (cestuis gue trustent). Trust dapat terjadi karena perjanjian ataupun karena wasiat. Terkait dengan Trust , maka dalam Hukum Inggris dikenal pula 2 bentuk lembaga milik bersama, yakni Joint Tenancy dan Tenancy in Common.
-          Sumber hukum dalam sistem Inggris secara berurutan terdiri dari : (1) Yurisprudensi, (2) Statute, (3) Custom, (4) Legal Writing (doctrine), (5) Reason. 
Yurisprudensi adalah sumber hukum Inggris yang paling penting. Hal ini berkaitan organisasi peradilan di Inggris, asas preseden dan otoritas putusan-putusan badan-badan peradilan dalam Hukum Inggris. Organisasi Peradilan yang dikenal di Inggris terdiri atas : (a) Supreme Court of Judicature, terdiri dari 2 tingkat meliputi 1) High Court of Justice, yang terdiri dari tiga bagian masing-masing adalah The Queens Bench Division (QB), The Chancery Division (CH), Probate,Divorce,Admiralty Division (P). Dalam tingkat pertama perkara diadili oleh seorang hakim tunggul, dan kadang-kadang dibantu oleh badan yang disebut juri yang terdiri dari 12 orang anggota; 2) Court of Appeal , suatu majelis terdiri dari dua atau tiga hakim anggota. Para hakim diambil dan diangkat diantara para barristers dan putusan diambil dengan suara terbanyak; dan (b) House of Lords, merupakan pengadilan banding dari Court of Appeal. Jumlah hakim minimal adalah 3 orang. Pengajuan banding dituangkan dalam bentuk permohonan yang disebut petition dan diperiksa serta diputus oleh majelis hakim yang lazimnya terdiri dari lima atau tujuh orang anggota.Dalam permusyawaratan majelis, setiap anggota mengemukakan pendapatnya mengenai perkara yang diperiksa (speech). Putusan diambil dengan suara terbanyak dan merupakan keputusan terakhir karena dalam sistem Hukum Inggris tidak terdapat upaya hukum yang dinamakan kasasi. Dalam sistem hukum Inggris disamping bentuk pengadilan tersebut di atas, masih terdapat badan-badan pengadilan lain yang tingkatnya lebih rendah.
Statute, merupakan sumber hukum yang bersifat tertulis. Terdapat pula peraturan pelaksana dari statute.Adanya statute melengkapi atau mengadakan koreksi terhadap hukum yurisprudensi meskipun kadang-kadang juga menyimpang dari hukum yang dibuat yurisprudnesi yang merupakan asas dalam hukum Common Law. Statute merupakan suatu wadah hukum yang baru yang sedikit banyaknya merupakan unsur hukum asing. Hukum Statute ini lazimnya baru dianggap jika sudah terapkan oleh badan-badan pengadilan dan telah diberikan penafsiran-penafsiran tertentu. Demikianlah teori klasik tentang masalah perundang-undangan menurut tradisi Inggris.
Custom, agar dapat diperlakukan haruslah bersifat obligatory dan inmemorial, namun syarat tersebut hanya berlaku bagi local custom. Custom yang dituangkan dalam putusan-putusan pengadilan menjadi “judge made law”.Custom tidak memegang peranan penting, namun demikian custom tersebut pada kenyataannya memegang peranan dominan dalam kehidupan kemasyarakatan di Inggris. Custom antara lain mempengaruhi cara diberlakukannya hukum di Inggris.
Legal Writing (doctrine), merupakan tulisan-tulisan para sarjana yang mempunyai pengaruh terhadap perkembangan hukum pada umumnya. Tulisan tersebut merupakan alat bantu terkati perubahan hukum dan memberikan pengetahuan tentang berbagai peraturan hukum bagi Hakim maupun bagi kepentingan Pembentuk Undang-undang.
-          Dalam sistem Hukum Inggris tidak dikenal instansi yang disebut Kejaksaan atau Penuntut Umum. Dalam sistem common law asas kebebasan peradilan diakui sebagai suatu asas yang harus diperlakukan atas dunia peradilan di Inggris.
Selanjutnya, kembali membahas mengenai sistem common law, maka terlebih dahulu kita akan melihat bagaimana sejarah munculnya common law (Anglo Saxon). Istilah Anglo Saxon berasal dari nama bangsa, yakni Angle-Sakson yang pernah menyerang dan menjajah Inggris, sebelum akhirnya pada tahun 1066 ditaklukan oleh Hertog Normandia Willian dalam pertempuran di Hasting. Ketika itu, William mempertahankan hukum kebiasan masyarakat pribumi, dengan memasukkan pula unsur hukum feodal yang berasal dari sistem hukum Eropa Kontinental. Adapun meski terdapat pengaruh hukum Romawi pada awalnya, kini pengaruh hukum Romawi tersebut tidak begitu dominan. Karena merupakan hukum kebiasaan (common law) maka darisini muuncul istilah common law.[3]
Adapun sejarahnya secara rinci dijabarkan sebagai berikut : Sejak abad I hingga abad V Inggris merupakan bagian dari Negara Romawi. Meskipun demikian proses Romanisasi hampir tidak meninggalkan bekas dalam periode berikutnya. Setelah jatuhnya Negara Roma Suci Barat, di Inggris sejak abad V, telah terbentuk sejumlah kerajaan-kerajaan Germania, sebagai akibat penyerangan kaum Angels, Saxons, dan Denmark. Kemudian pada tahun 1066 Inggris ditaklukan oleh Hertog Normandia William dalam pertempuran di Hating. Tahun 1066 disepakati oleh para ahli sejarah sebagai tahun lahirnya sistem hukum Anglo Saxon. Jadi sistem Anglo Saxon ini lebih muda daripada sistem hukum Eropa Kontinental (berlakunya The Twelve Tables pada abad V dan IV SM). Selanjutnya, setelah penaklukan Inggris oleh bangsa Normandia, Raja William menyatakan tidak akan mengubah hukum dan kebiasaan penduduk pribumi, namun memasukkan tatanan feodal yang lazim berlaku di Eropa Kontinental pada Inggris. Tetapi berlainan dengan yang terjadi di Eropa Kontinental, para penguasa di Inggris berhasil mempertahankan kekuasaan raja, bahkan mampu memperluasnya, baik atas diri para bangsawan penguasa daerah-daerah yang lebih kecil dan yang berasal dari Normandia, maupun para pemimpin Anglo Saxons.
Selanjutnya, berikut adalah  unsur-unsur penting dalam Hukum Anglo Saxon (common law):
1.      Hukum Common Law dalam arti sempit, berasal dari hukum adat Inggris yang dikembangkan oleh yurisprudensi pengadilan (judge made law)
2.      Hukum equity, berkembang sejak abad XV dan XVI, tetapi kaidah-kaidahnya tetap berlaku sampai saat ini
3.      Statute Law yang merupakan hukum yang ditulis dalam undang-undang dimana berbeda dengan sistem hukum Eropa Kontinental, statute law kurang popular di Negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon.
Berikutnya, secara keseluruhan ciri-ciri dalam common law (Sistem Hukum Anglo Saxon) dapat disimpulkan sebagai berikut :
-          Kebiasaan-kebiasaan lokal tidak memainkan peranan di dalam evolusi common law, undang-undang sampai dengan abad XIX tidak penting dalam common law, dan di Negara yang menganut sistem hukum common law tidak mengenal kitab undang-undang.
-          Cara dianutnya sistem hukum Anglo Saxon apabila dilihat hubungannya dengan Negara induk (Induk), menurut Dicey dapat digolongkan dalam beberapa kriteria berikut[4]  : (a) kelompok Negara yang dipengaruhi (seeded) seperti India dan Hong Kong, (b) kelompok Negara yang diduduki (settled) misalnya USA, (c) kelompok Negara yang ditaklukan (conquered) misalnya Afrika Selatan. Namun demikian terdapat ukuran lain sebagaimana kasus Calvin (1608). Dalam kasus tersebut diputuskan bahwa hukum Inggris akan berlaku secara efektif untuk daerah-daerah yang ditaklukan oleh Inggris, dimana di daerah tersebut belum terdapat hukum yang beradab.
-          Dalam hal penyebaran hukumnya ke berbagai Negara lain maka sistem hukum Anglo Saxon memiliki ciri : masih terdapat kontak langsung antara Negara yang menerapkan sistem hukum Anglo Saxon dengan Negara induk (Inggris), pemberlakuan sistem hukum Anglo Saxon tidak mendapat perlawanan dari suku asli namun demikian sistem hukum Anglo Saxon tersebut lebih sulit dimengerti berhubung sifatnya yang tidak sistematis dan tidak memiliki kitab undang-undang.
-          Mengenai sistem pengadilan dalam tradisi hukum Anglo Saxon, maka pada awalnya raja sendiri yang memimpin sidang pengadilan, yang diadakan di dalam istana (curia regis). Kemudian, dibentuk Pengadilan Spesialisasi, terpisah dari Pengadilan Curia, yaitu (1) Court of Exchequer Scaccarium, sejak abad XII, berwenang dalam bidang finansial dan perpajakan, (2) Court of Common Pleas Communia PLacita, yang sejak sebelum tahun 1255 M dibebani urusan pemlikan tanah, (3) King’s Bench dari Bench Coram Rege, yang berwenang untuk memeriksa kejahatan terhadap keamanan dan perdamaian.  Dalam sejarah hukum Anglo Saxon di Inggris hakim tidak dikenal bahkan sampai lama setelah penaklukan Inggris oleh para penjajah dari bangssa Normandia. Pengadilan memang telah lama dikenal, tetapi bukan dalam arti professional. Pengadilan hanya diisi oleh orang-orang biasa yang bukan professional yang disebut dengan “suitor”, yang memutus perkara-perkara hukum sesuai kebiasaan dan pengetahuan merek. Bahkan hukum maish belum merupakan pengetahuan yang mandiri.
-          Adanya sistem writ. Sistem writ di Inggris merupakan sistem gugatan yang sangat kaku. Writ adalah model atau kategorisasi gugatan yang diterbitkan oleh pejabat atas nama raja, yang diajukan dengan memilih suatu model gugatan yang sudah ada terlebih dahulu ditentukan bentuknya. Dalam perkembangan berikutnya, writ dikenal dengan nama “bentuk gugatan”. Seorang pengugat harus memlih writ writ yang benar agar dapat memenangkan perkaranya. Apabila salah memilih writ,  maka perkara tersebut dapat ditolak. Berikut model writ, antara lain : writ of debt, replevin, detinue, conenat, account, writ of trespass, trover, ejectment, assumpsit. Adanya sistem writ ini menyebabkan dipaksakannya kasus untuk masuk ke dalam salah satu kategori tersebut. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pencari keadilan. Inilah yang selanjutnya menimbulkan model pencarian keadilan melalui pengadilan equity dengan prosedur peradilannya senidri. Sistem writ mengalami “kepunahan” pada abad XIX di Inggris.
-          Adanya sistem equity. Dikarenakan sistem writ yang demikian makan, muncul pemikiran untuk kembali mengandalkan raja selaku sumber keadilan (fons iustatiae) sebgaimana terjadi pada bada XII dan XIII telah menyebabkan timbulnya pengadilan baru bernama Court of Chancery pada abad XV. Atas nama raja, maka kanselir berdasarkan equity menerapkan keadilan dan kelayakan tanpa perlu memperhatikan aturan-aturan tradisional Common Law.Equity diterapkan sebagai pelengkap / alat koreksi Common Law. Alhasil equity misalnya diterapkan dalam hal-hal : (a) jika ada kekosongan dalam common law, misalnya jika tidak ada writ untuk sebuah kasus tertentu, (b) bila remedy yang disediakan oleh common law (biasanya berupa ganti rugi) tidak memuaskan, (c) bila Pengadilan Common Law dalam mengadili orang yang terpandang di masyarakat, telah memberikan putusan yang tidak adil, (d) bila Pengadilan common law tidak berwenang mengadili, misalnya terhadap kaum pedagang luar negeri.
Sistem pengadilan baru (equity) tersebut ternyata sangat sukses dan berkembang cepat. Selanjutnya dalam perkembangan berikutnya, kaidah hukum equity  dan common law telah bersatu dalam satu sistem hukum.  Telah terjadi peleburan pengadilan equity ke dalam hukum common law konvensional. Hal ini terjadi pada tahun 1873 – 1875, dengan dikeluarkannya Judicature Acts. Sejak saat itu maka aturan common law dan equity pada prinsipnya diterapkan oleh pengadilan yang sama.  Dalam hal terjadi konflik antara keduanya, maka yang harus dimenangkan adalah equity.
-          Adanya hearsay rule  dalam sistem pembuktian. ”Hearsay” berasal dari kata “hear” yang berarti mendengar dan “say” berarti mengucapkan. Oleh sebab itu, secara harfiah, istilah hearsay berarti mendengar dari ucapan orang lain. Hearsay merupakan bukti tidak langsung. Hearsay disebut juga saksi de auditu. Ini merupakan model kesaksian yang dikenal tetapi pada prinsipnya tidak diakui kekuatannya sebagai alat bukti penuh, baik dalam sistem hukum Eropa Kontinental maupun dalam sistem hukum Anglo Saxon.
-          Sistem Jury di pengadilan. Dalam sejarah hukum, asal dan dasar suatu sistem jury kuno sudah diperkenalkan di Kerajaan Prancis di bawah kekuasaan raja-raja Carolingian ribuan tahun yang lalu. Dalam sistem hukum Anglo Saxon terdapat 2 tipe jury, yakni (1) Petit Jury, digunakan pada kasus pidana (bersalah tidaknya seseorang) dan perdata (ganti rugi). Sistem jury tidak dipakai di pengadilan equity bahkan sudah jarang sekali dipakai dalam kasus perdata, bahkan di Inggris sudah  dihapuskan, tetapi dalam hal kasus pidana masih digunakan secara meluas di Negara-negara yang menganut sistem Anglo Saxon dan (2) Grand Jury, bertugas semacam institusi penuntutan. Apabila telah terdapat bukti yang cukup tentang kesalahan seseorang, maka grand jury menerbitkan “Bill of Indictment” dan kemudian kasus tersebut akan terus berlanjut terus. Di Inggris , grand jury telah dihapuskan sejak 1948, sementara di AS masih tetap berlaku dalam sistem pengadilan federal, sementara bagi pengadilan Negara bagian, sebagiannya telah menghapuskannya juga.
-          Adanya sistem Precedent atau disebut juga “stare decisis”. Berdasarkan teori ini maka putusan-putusan pengadilan sekarang haruslah diputuskan dengan cara yang sama seperti yang telah pernah diputuskan di masa lalu. Kelemahan dari sistem ini adalah mempersempit ruang gerak hakim, menghalangi kreativitas hakim, dan mengakibatkan putusan-putusan pengadilan semakin kaku dan jauh dari keadilan. Adapun istilah common law semuala hanya diartikan sebagai hukum yang berasal dari kebiasaan, bukan berasal dari putusan pengadilan. Putusan pengadilan hanya bersifat declaratoir saja. Namun demikian dalam perkembangan berikutnya, istilah common law benar-benar berarti hukum yang berasal dari putusan pengadilan sebelumnya. Terdapat beberapa teori terkait sejauh mana putusan tersebut harus diturut. Berdasarkan teori Ratio Decidendi (kebijaksanaan konvensional) maka putusan sebelumnya yang harus diikuti oleh pututsan kemudian adalah dengan melihat pada kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip yang mendasari putusan sebelumnya tersebut, dan kaidah atau prinsip tersebut memang diperlukan dalam hal memutuskan perkara tersebut.
-          Kedudukan hakim dalam sistem hukum Anglo Saxon memiliki ciri (1) kedudukan dan fungsinya dapat dikatakan luas,, hal ini terkait dengan keadaan dimana hakim tidak perlu terikat dengan doktrin trias politica, yang menyatakan bahwa hakim hanya menerapkan hukum, tidak boleh membuat hukum. Dalam sistem Anglo saxon dikenal adanya stare decisis (precedent), sehingga hakim dimungkinkan tidak hanya menerapkan undang-undang, tetapi juga membuat hukum bila perlu; (2) meskipun pada hakikatnya kedudukan hakim (yudikatif) sejajar dengan eksekutif dan legislative, namun pengadilan tertinggi sebenarnya dapat membatalkan putusan atau produk dari cabang pemerintah lainnya, jika bertentangan dengan konstitusi. Oleh sebab itu pada Negara Anglo Saxon berlaku doktrin judicial supremacy  dan pengadilan sebagai the least dangerous branch of the government; (3) hakim adalah teknisi hukum sekaligus ahli piker yang membuat hukum; (4) hakim bukan hanya satu mata rantai birokrat pemerintah, tetapi lebih merupakan pemikir-pemikir tanggung yang menyelesaikan berbagai macam persoalan masyarakat.
Dalam perjalanan selanjutnya keluarga/tradisi hukum Common Law dan keluarga/tradisi hukum Romawi Jerman (civil law) saling berinterksi dan menimbulkan bekas pada kedua sistem hukum tersebut. Hal ini berpengaruh pada pendekatan dalam cara berpikir keduanya, sehingga seringkali metode penyelesaian masalah hukum antara keduanya membawa hasil yang bersamaan karena didasarkan pada pengertian-pengertian tentang arti dan rasa keadilan yang mendekati kesamaan. Lebih lanjut, timbul kemungkinan keduanya bergabung dalam satu keluarga besar aau satu sistem hukum yang lebih besar yaitu Sistem Hukum Barat.

DAFTAR PUSTAKA
Sardjono dan Frieda Husni Hasbullah. Bunga Rampai Perbandingan Hukum Perdata, cet.2. Jakarta : Ind-Hill-Co, 2003.

Tim Pengajar Perbandingan Hukum Perdata. Seri Materi Kuliah : Perbandingan Hukum Perdata. Depok: FHUI, 2000-2001.

Fuady, Munir. Perbandingan Ilmu Hukum. Bandung: PT.Refika Aditama,2007.     



       [1] Sardjono dan Frieda Husni Hasbullah, “Bunga Rampai Perbandingan Hukum Perdata”, cet.2, (Jakarta : Ind-Hill-Co, 2003), hal.49.
       [2] Tim Pengajar Perbandingan Hukum Perdata, “Seri Materi Kuliah : Perbandingan Hukum Perdata”, (Depok: FHUI, 2000-2001,hal.53
       [3]Munir Fuady, “Perbandingan Ilmu Hukum”, (Bandung: PT.Refika Aditama,2007) ,hal.97.
       [4] Munir Fuady, “Perbandingan Ilmu Hukum”, (Bandung: PT.Refika Aditama,2007) , hal.101.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar