Perbandingan Hukum Perdata : COMMON LAW
24 Maret 2014
Tradisi hukum Common
law atau yang disebut juga sistem hukum Anglo Saxon atau Anglo Amerika
merupakan tradisi hukum yang berasal dari hukum Inggris. Ada banyak bukti
sejarah yang menunjukkan bahwa tradisi hukum dipengaruhi oleh hukum Romawi
Kuno, hal ini dapat dibenarkan , namun demikian
unsur hukum Romawi Kuno tersebut tidak begitu tampak dalam sistem common law saat ini. Semua Negara yang
pernah dijajah atau dipengaruhi Inggris menganut sistem Anglo Saxon, yakni
Amerika Serikat, Australia, India, Malaysia, Singapura, dan lainnya. Adapun
penerapan hukum common law secara
materil berbeda tergantung pada pengaruh kebudayaan setempat. Usia tradisi
hukum Anglo Saxon lebih muda daripada tradisi hukum Eropa Kontinental. Anglo
Saxon lahir sejak tahun 1066 Masehi, yakni pada masa The Norman Conquest of England.
Pada hakekatnya common
law merupakan hukum yang mula-mula diciptakan dan dikembangkan oleh badan
peradilan di Inggris, Common Law Courts, yang
bertugas menyelesaikan perselisihan antar individu. Oleh sebab itu sistem
pengaturan hukum common law adalah
sistem terbuka, artinya norma hukum yang tepat dan adil tidak tersimpan dalam
suatu sistem pengaturan tertutup melainkan dapat ditemukan dalam setiap perkara
yang diadili berdasarkan fakta-fakta dalam perkara tersebut dengan berpedoman
pada apa yang dirasakan adil dalam setiap perkara. Norma hukum yang adil itu
tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor dalam perkara yang bersangkutan. Oleh
karena itu, hukum Inggris disebut juga “Case-Law”. Hal ini menyebabkan perumusan
hukumnya menjadi lebih konkrit dan tidak bermaksud memberikan pengaturan umum
bagi tingkah laku manusia dalam masyarakat sebagaimana hukum Romawi Jeman.
Tugas pokok para sarjana hukum adalah mencari jalan untuk mengembalikan serta
mempertahankan keadaan damai dalam masyarakat dan tidak untuk memberikan
pengaturan atas dasar moral pada masyarakat yang bersangkutan. Perumusan norma
hukumnya cenderung bersifat kasuistis insidentil dan dirumuskan secara rinci,
sehingga bersifat Case Law Study,
artinya tidak bermaksud untuk melihat ke depan,melainkan terfokus pada
penyelesaian sengketa yang terjadi pada saat itu.[1]
Selanjutnya berkembangnya common law berkaitan dengan kekuasaan Raja oleh karena dikembangkan
oleh para hakim yang berperan dalam perkara-perkara yang mengandung
gangguan-gangguan terhadap kekuasan Raja. Sehingga common law ini lebih bersifat hukum publik. Dalam perkembangannya,
penerapan hukum common law mengalami
banyak kekurangan dan kelemahan. Untuk mengatasinya melalui intervensi Raja
timbul suatu lembaga yang disebut Equity.
Common law dilaksanakan oleh Common Law Court, sementara equity dilaksanakan oleh Court of Equity atau Court of Chancellor yang dipimpin oleh
seorang pejabat gereja (Lord of
Chancery).
Dalam hal untuk memahami tradisi hukum common law, maka kita dapat melihat pada
konsepsi hukum, struktur hukum dan sumber hukumnya berikut ini:
-
Konsepsi hukum common law mengatur bahwa fungsi norma
hukum dimaksudkan untuk mengakhiri terjadinya benturan kepentingan. Norma hukum
dirumuskan secara rinci dan kasuistis, namun tetap dapat mengikuti perkembangan
zaman sebab hakim berperan dalam menciptakan norma hukum. Norma hukum
berkembang dan dikembangkan oleh badan peradilan dan hakim amat berperan dalam
pembentukan norma hukum, sehingga norma hukum dikembangkan dalam bentuk
yurisprudensi (sumber hukum utama). Hakim dalam hal ini tidak hanya berperan
mengisi tetapi juga membentuk legal frame
work-nya. Dalam mengkonsepsi kaedah hukum yang bersifat insidentil
kasuistis maka digunakan aspek Litigious.
-
Adapun sumber hukum utama
pada keluaraga hukum common law
adalah yurisprudensi (keputusan hakim). Sumber hukum lainnya adalah hukum statute, custom, legal writing, doctrine dan
rasen. Hal ini sangat terkait dengan
organisasi peradilan dan adanya asas precedent
-
Di lihat dari struktur
hukumnya,common law berkembang dan
dikembangkan oleh praktek badan peradilan di Inggris.Sehingga common law tidak mengenal pengelompokkan
hukum dalam kelompok norma hukum privat dan publik, melainkan kelompok norma hukum
common law dan kelompok equity. Common law dikembangkan oleh Common
Law Court, sementara equity
dikembangkan atau sebagai hasil dari Court
of Equity atau Court of Chancellor.
Judicature Act 1873 – 1875 mengatur mengenai penggabungan kedua badan
peradilan tersebut, meskipun demikian prosedur peradilan masih mengikuti
tradisi sebelumnya. Adapun bidang hukum common
law meliputi hukum pidana, hukum perjanjian, torts, undue influence,
dan lainnya. Sementara bidang hukum equity
meliputi law of property, trust,
partnership, companies, bankcruptcy, settlement of estates, dan lainnya.[2]
Adapun untuk mengetahui struktur hukum keluarga hukum Common Law maka perlu dikaitkan dengan
pengertian common law itu sendiri,
hal ini berkaitan erat dengan Struktur Hukum Inggris. Common law sebagaimana diketahui dilahirkan di Inggris sebagai
hasil perkembangan hukum yang tumbuh karena aktivitas badan-badan peradilan
selama berabad-abad sejak saat kedatangan bangsa Normandia di Inggris. Adapun
Hukum Inggris dalam arti sempit dan murni hanya berlaku di daerah “England and
Wales”, jadi tidak berlaku di Irlandia Utara, Scotland, Kepulauan Channel dan
pulau Man. Hukum Inggris menduduki tempat yang sangat penting dalam Keluarga
Hukum Common Law karena dianggap
sebagai model bagi perkembangan hukum di daerah lain dalam lingkungan Hukum Common Law. Oleh sebab itu, untuk lebih
mengenal isi dan sifat common law
pada umumnya, maka terlebih dahulu harus dipahami Hukum Inggris. Berikut
hal-hal penting mengenai Hukum Inggris:
-
Dalam sistem Hukum
Inggris dikenal pembidangan antara Common
Law dan Equity. Hukum Inggris tidak mengenal
pembidangan hukum perdata dan publik sebagaimana di Negara Civil Law. Hukum Inggris juga tidak mengenal pembedan antara hukum
yang bersifat memaksa dan mengatur dalam rangka merumuskan norma hukumnya. Hukum Inggris merupakan produk dari tradisi
dan tumbuh dalam kerangka yang digariskan hukum acaranya.
Pembidangan kaedah
hukum Inggris berupa common law dan equity, didasarkan pada sejarah
perkembangan hukum Inggris itu sendiri. Equity
adalah sekumpulan norma-norma hukum
yang berkembang pada abad XV dan XVI dan diterapkan oleh peradilan (Court of Chancellor) yang berfungsi
melengkapi atau mengkoreksi Common Law.
Equity merupakan suatu bentuk upaya
meminta bantuan Raja untuk mengintervensi demi memberikan keadilan terkait
dengan kelemahan-kelemahan Common Law.
Chancellar dalam hal ini tidak
menciptakan hukum baru guna memperbaiki common
law yang dibuat oleh Common Law
Courts, melainkan ia tetap berpegang
pada Common law. Hanya saja bila
terdapat kemacetan pada peradilan Common
Law, maka chancellar wajib
melakukan campur tangan untuk mengatasi kemacetan tersebur sehingga sengketa
dapat diselesaikan secara adil. Adapun terdapat penerapan sistem equity. Eqiuty pada dasarnya tidak
melanggar Common Law. Equity mengikuti common law, hanya jika diperlukan maka equity melengkapinya dengan
norma hukum yang baru sebagai pelengkapnya. Guna melaksanakan keputusan Courts oda Chancery maka Chancellor mengeluarkan
perintah-perintah serta larangang-larangan yang ditujukan kepada pribadi pihak
yang bersangkutan agar dapat dilaksanakan sebagaimana dituntut oleh moral serta
hati nurani manusia. Sanksi tidak dilaksanakannya hal tersebut adalah hukuman
penjara. Sanksi-sanksi tersebut pada
hakikatnya beruapa suatu kebijaksanaan, bukan suatu keharusan. Namun demikian
bila ternyata tidak dipenuhi maka bagi yang melanggar dapat diberikan tindakan
paksaan badan. Equity diselenggarakan
secara tertulis, inquisitive, serta dijiwai oleh hukum Kanonik. Sedangkan badan
peradilan juri tidak dikenal. Demikian juga pelaksanaan profesi sebagai barrister dalam peradilan equity adalah berbeda dengan profesi barrister dalam peradilan Common Law. Peradilan equity berwenang menangani perkara yang
tidak bersifat contradictoir seperti
permohonan memberi petunjuk kepada Trustee
dalam menjalankan tugasnya mengurus harta kekayaan yang diserahkan kepadanya.
Hukum Equity yang semula hanya merupakan
kebijaksanaan lama –lama menjadi hukum dalam arti sebenernya. Sehingga timbulah
dualisme hukum dalam bidang Hukum Acaranya, yaitu Hukum Acara yang berlaku bagi
penyelenggaran proses peradilan Common
Law (Common Law Court) dan peradilan Equity
(Court of Equity).Oleh sebab itu
dikeluarkanlah Judicature Act (1873 –
1875), demi mengakhiri dualism peradilan tersebut. Namun demikian peraturan
mengenai prosedur di hadapan forum peradilan yang berifat dualistis tersebut
tetap berlaku, artinya suatu perkata dapat saja diperiksa di ‘kamar’ terkait
aspek Common Law dan di ‘kamar’ lainnya terkait aspek Equity.Oleh sebab itu penting diketahui bidang hukum manakah yang
termasuk common law dan termasuk equity.
-
Kalangan ilmu hukum
(universitas) tidak memegang peranan dalam perkembangan Hukum Inggris. Hukum
Inggris berkembang karena pengaruh praktek hukum tegasnya melalui
yurisprudensi.
-
Adanya lembaga Trust. Trust merupakan lembaga yang mengatur suatu kekayaan yang oleh
seorang Trustor (Settlor) diserahkan kepada orang lain atau pihak kedua (Trustee) yang dipercayainya untuk diurus
atau dipelihara guna kepentingan pihak ketiga, yaitu Beneficiary (cestuis gue trustent). Trust dapat terjadi karena perjanjian ataupun karena wasiat.
Terkait dengan Trust , maka dalam
Hukum Inggris dikenal pula 2 bentuk lembaga milik bersama, yakni Joint Tenancy dan Tenancy in Common.
-
Sumber hukum dalam sistem
Inggris secara berurutan terdiri dari : (1) Yurisprudensi, (2) Statute, (3)
Custom, (4) Legal Writing (doctrine), (5) Reason.
Yurisprudensi
adalah sumber hukum Inggris yang paling penting. Hal ini berkaitan organisasi
peradilan di Inggris, asas preseden dan otoritas putusan-putusan badan-badan
peradilan dalam Hukum Inggris. Organisasi Peradilan yang dikenal di Inggris
terdiri atas : (a) Supreme Court of
Judicature, terdiri dari 2 tingkat meliputi 1) High Court of Justice, yang terdiri dari tiga bagian masing-masing
adalah The Queens Bench Division (QB), The Chancery Division (CH),
Probate,Divorce,Admiralty Division (P). Dalam tingkat pertama perkara diadili
oleh seorang hakim tunggul, dan kadang-kadang dibantu oleh badan yang disebut
juri yang terdiri dari 12 orang anggota; 2) Court
of Appeal , suatu majelis terdiri dari dua atau tiga hakim anggota. Para
hakim diambil dan diangkat diantara para barristers
dan putusan diambil dengan suara terbanyak; dan (b) House of Lords, merupakan pengadilan banding dari Court of Appeal. Jumlah hakim minimal adalah
3 orang. Pengajuan banding dituangkan dalam bentuk permohonan yang disebut petition dan diperiksa serta diputus
oleh majelis hakim yang lazimnya terdiri dari lima atau tujuh orang
anggota.Dalam permusyawaratan majelis, setiap anggota mengemukakan pendapatnya
mengenai perkara yang diperiksa (speech).
Putusan diambil dengan suara terbanyak dan merupakan keputusan terakhir karena
dalam sistem Hukum Inggris tidak terdapat upaya hukum yang dinamakan kasasi.
Dalam sistem hukum Inggris disamping bentuk pengadilan tersebut di atas, masih
terdapat badan-badan pengadilan lain yang tingkatnya lebih rendah.
Statute,
merupakan sumber hukum yang bersifat tertulis. Terdapat pula peraturan
pelaksana dari statute.Adanya statute melengkapi atau mengadakan koreksi terhadap
hukum yurisprudensi meskipun kadang-kadang juga menyimpang dari hukum yang
dibuat yurisprudnesi yang merupakan asas dalam hukum Common Law. Statute merupakan
suatu wadah hukum yang baru yang sedikit banyaknya merupakan unsur hukum asing.
Hukum Statute ini lazimnya baru dianggap jika sudah terapkan oleh badan-badan
pengadilan dan telah diberikan penafsiran-penafsiran tertentu. Demikianlah
teori klasik tentang masalah perundang-undangan menurut tradisi Inggris.
Custom,
agar dapat diperlakukan haruslah bersifat obligatory dan inmemorial, namun
syarat tersebut hanya berlaku bagi local
custom. Custom yang dituangkan
dalam putusan-putusan pengadilan menjadi “judge made law”.Custom tidak memegang peranan penting, namun demikian custom
tersebut pada kenyataannya memegang peranan dominan dalam kehidupan
kemasyarakatan di Inggris. Custom
antara lain mempengaruhi cara diberlakukannya hukum di Inggris.
Legal Writing (doctrine),
merupakan tulisan-tulisan para sarjana yang mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan hukum pada umumnya. Tulisan tersebut merupakan alat bantu terkati
perubahan hukum dan memberikan pengetahuan tentang berbagai peraturan hukum
bagi Hakim maupun bagi kepentingan Pembentuk Undang-undang.
-
Dalam sistem Hukum
Inggris tidak dikenal instansi yang disebut Kejaksaan atau Penuntut Umum. Dalam
sistem common law asas kebebasan
peradilan diakui sebagai suatu asas yang harus diperlakukan atas dunia
peradilan di Inggris.
Selanjutnya, kembali membahas mengenai sistem common law, maka terlebih dahulu kita
akan melihat bagaimana sejarah munculnya common
law (Anglo Saxon). Istilah Anglo Saxon berasal dari nama bangsa, yakni
Angle-Sakson yang pernah menyerang dan menjajah Inggris, sebelum akhirnya pada
tahun 1066 ditaklukan oleh Hertog Normandia Willian dalam pertempuran di
Hasting. Ketika itu, William mempertahankan hukum kebiasan masyarakat pribumi,
dengan memasukkan pula unsur hukum feodal yang berasal dari sistem hukum Eropa
Kontinental. Adapun meski terdapat pengaruh hukum Romawi pada awalnya, kini
pengaruh hukum Romawi tersebut tidak begitu dominan. Karena merupakan hukum
kebiasaan (common law) maka darisini
muuncul istilah common law.[3]
Adapun sejarahnya secara rinci dijabarkan sebagai
berikut : Sejak abad I hingga abad V Inggris merupakan bagian dari Negara Romawi.
Meskipun demikian proses Romanisasi hampir tidak meninggalkan bekas dalam
periode berikutnya. Setelah jatuhnya Negara Roma Suci Barat, di Inggris sejak
abad V, telah terbentuk sejumlah kerajaan-kerajaan Germania, sebagai akibat
penyerangan kaum Angels, Saxons, dan Denmark. Kemudian pada tahun 1066 Inggris
ditaklukan oleh Hertog Normandia William dalam pertempuran di Hating. Tahun
1066 disepakati oleh para ahli sejarah sebagai tahun lahirnya sistem hukum
Anglo Saxon. Jadi sistem Anglo Saxon ini lebih muda daripada sistem hukum Eropa
Kontinental (berlakunya The Twelve Tables
pada abad V dan IV SM). Selanjutnya,
setelah penaklukan Inggris oleh bangsa Normandia, Raja William menyatakan tidak
akan mengubah hukum dan kebiasaan penduduk pribumi, namun memasukkan tatanan
feodal yang lazim berlaku di Eropa Kontinental pada Inggris. Tetapi berlainan
dengan yang terjadi di Eropa Kontinental, para penguasa di Inggris berhasil
mempertahankan kekuasaan raja, bahkan mampu memperluasnya, baik atas diri para
bangsawan penguasa daerah-daerah yang lebih kecil dan yang berasal dari
Normandia, maupun para pemimpin Anglo Saxons.
Selanjutnya, berikut adalah unsur-unsur penting dalam Hukum Anglo Saxon (common law):
1. Hukum
Common Law dalam arti sempit, berasal
dari hukum adat Inggris yang dikembangkan oleh yurisprudensi pengadilan (judge made law)
2. Hukum
equity, berkembang sejak abad XV dan
XVI, tetapi kaidah-kaidahnya tetap berlaku sampai saat ini
3. Statute Law
yang merupakan hukum yang ditulis dalam undang-undang dimana berbeda dengan
sistem hukum Eropa Kontinental, statute
law kurang popular di Negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon.
Berikutnya, secara keseluruhan ciri-ciri dalam common law (Sistem Hukum Anglo Saxon)
dapat disimpulkan sebagai berikut :
-
Kebiasaan-kebiasaan
lokal tidak memainkan peranan di dalam evolusi common law, undang-undang sampai dengan
abad XIX tidak penting dalam common law, dan
di Negara yang menganut sistem hukum common
law tidak mengenal kitab undang-undang.
-
Cara
dianutnya sistem hukum Anglo Saxon apabila dilihat
hubungannya dengan Negara induk (Induk), menurut Dicey dapat digolongkan dalam
beberapa kriteria berikut[4] : (a) kelompok Negara yang dipengaruhi
(seeded) seperti India dan Hong Kong, (b) kelompok Negara yang diduduki
(settled) misalnya USA, (c) kelompok Negara yang ditaklukan (conquered) misalnya Afrika Selatan.
Namun demikian terdapat ukuran lain sebagaimana kasus Calvin (1608). Dalam
kasus tersebut diputuskan bahwa hukum Inggris akan berlaku secara efektif untuk
daerah-daerah yang ditaklukan oleh Inggris, dimana di daerah tersebut belum
terdapat hukum yang beradab.
-
Dalam hal penyebaran hukumnya ke berbagai Negara
lain maka sistem hukum Anglo Saxon memiliki ciri : masih terdapat kontak
langsung antara Negara yang menerapkan sistem hukum Anglo Saxon dengan Negara
induk (Inggris), pemberlakuan sistem hukum Anglo Saxon tidak mendapat
perlawanan dari suku asli namun demikian sistem hukum Anglo Saxon tersebut
lebih sulit dimengerti berhubung sifatnya yang tidak sistematis dan tidak
memiliki kitab undang-undang.
-
Mengenai sistem pengadilan dalam tradisi hukum
Anglo Saxon, maka pada awalnya raja sendiri yang memimpin sidang pengadilan,
yang diadakan di dalam istana (curia
regis). Kemudian, dibentuk
Pengadilan Spesialisasi, terpisah dari Pengadilan Curia, yaitu (1) Court of
Exchequer Scaccarium, sejak abad XII, berwenang dalam bidang finansial dan
perpajakan, (2) Court of Common Pleas
Communia PLacita, yang sejak sebelum tahun 1255 M dibebani urusan pemlikan
tanah, (3) King’s Bench dari Bench Coram Rege, yang berwenang untuk
memeriksa kejahatan terhadap keamanan dan perdamaian. Dalam sejarah hukum Anglo Saxon di Inggris
hakim tidak dikenal bahkan sampai lama setelah penaklukan Inggris oleh para
penjajah dari bangssa Normandia. Pengadilan memang telah lama dikenal, tetapi
bukan dalam arti professional. Pengadilan hanya diisi oleh orang-orang biasa
yang bukan professional yang disebut dengan “suitor”, yang memutus
perkara-perkara hukum sesuai kebiasaan dan pengetahuan merek. Bahkan hukum
maish belum merupakan pengetahuan yang mandiri.
-
Adanya sistem writ. Sistem writ di Inggris merupakan sistem gugatan yang sangat kaku. Writ adalah model atau kategorisasi
gugatan yang diterbitkan oleh pejabat atas nama raja, yang diajukan dengan
memilih suatu model gugatan yang sudah ada terlebih dahulu ditentukan
bentuknya. Dalam perkembangan berikutnya, writ
dikenal dengan nama “bentuk gugatan”. Seorang pengugat harus memlih writ writ yang benar agar dapat
memenangkan perkaranya. Apabila salah memilih writ, maka perkara tersebut
dapat ditolak. Berikut model writ,
antara lain : writ of debt, replevin,
detinue, conenat, account, writ of trespass, trover, ejectment, assumpsit.
Adanya sistem writ ini menyebabkan
dipaksakannya kasus untuk masuk ke dalam salah satu kategori tersebut. Hal ini
menimbulkan ketidakpuasan pencari keadilan. Inilah yang selanjutnya menimbulkan
model pencarian keadilan melalui pengadilan equity dengan prosedur peradilannya
senidri. Sistem writ mengalami
“kepunahan” pada abad XIX di Inggris.
-
Adanya sistem equity. Dikarenakan sistem writ yang demikian makan, muncul
pemikiran untuk kembali mengandalkan raja selaku sumber keadilan (fons iustatiae) sebgaimana terjadi pada
bada XII dan XIII telah menyebabkan timbulnya pengadilan baru bernama Court of Chancery pada abad XV. Atas
nama raja, maka kanselir berdasarkan equity
menerapkan keadilan dan kelayakan tanpa perlu memperhatikan aturan-aturan
tradisional Common Law.Equity diterapkan
sebagai pelengkap / alat koreksi Common
Law. Alhasil equity misalnya
diterapkan dalam hal-hal : (a) jika ada kekosongan dalam common law, misalnya jika tidak ada writ untuk sebuah kasus tertentu, (b) bila remedy yang disediakan oleh common
law (biasanya berupa ganti rugi) tidak memuaskan, (c) bila Pengadilan Common Law dalam mengadili orang yang
terpandang di masyarakat, telah memberikan putusan yang tidak adil, (d) bila
Pengadilan common law tidak berwenang
mengadili, misalnya terhadap kaum pedagang luar negeri.
Sistem pengadilan
baru (equity) tersebut ternyata
sangat sukses dan berkembang cepat. Selanjutnya dalam perkembangan berikutnya,
kaidah hukum equity dan common
law telah bersatu dalam satu sistem hukum.
Telah terjadi peleburan pengadilan equity
ke dalam hukum common law konvensional.
Hal ini terjadi pada tahun 1873 – 1875, dengan dikeluarkannya Judicature Acts. Sejak saat itu maka
aturan common law dan equity pada prinsipnya diterapkan oleh
pengadilan yang sama. Dalam hal terjadi
konflik antara keduanya, maka yang harus dimenangkan adalah equity.
-
Adanya hearsay
rule dalam sistem pembuktian. ”Hearsay” berasal dari kata “hear” yang berarti mendengar dan “say”
berarti mengucapkan. Oleh sebab itu, secara harfiah, istilah hearsay berarti mendengar dari ucapan
orang lain. Hearsay merupakan bukti
tidak langsung. Hearsay disebut juga
saksi de auditu. Ini merupakan model kesaksian yang dikenal tetapi pada
prinsipnya tidak diakui kekuatannya sebagai alat bukti penuh, baik dalam sistem
hukum Eropa Kontinental maupun dalam sistem hukum Anglo Saxon.
-
Sistem
Jury di
pengadilan. Dalam sejarah hukum, asal dan dasar suatu sistem jury kuno sudah diperkenalkan di
Kerajaan Prancis di bawah kekuasaan raja-raja Carolingian ribuan tahun yang
lalu. Dalam sistem hukum Anglo Saxon terdapat 2 tipe jury, yakni (1) Petit Jury, digunakan
pada kasus pidana (bersalah tidaknya seseorang) dan perdata (ganti rugi).
Sistem jury tidak dipakai di
pengadilan equity bahkan sudah jarang
sekali dipakai dalam kasus perdata, bahkan di Inggris sudah dihapuskan, tetapi dalam hal kasus pidana
masih digunakan secara meluas di Negara-negara yang menganut sistem Anglo Saxon
dan (2) Grand Jury, bertugas semacam
institusi penuntutan. Apabila telah terdapat bukti yang cukup tentang kesalahan
seseorang, maka grand jury
menerbitkan “Bill of Indictment” dan kemudian kasus tersebut akan terus
berlanjut terus. Di Inggris , grand jury
telah dihapuskan sejak 1948, sementara di AS masih tetap berlaku dalam sistem
pengadilan federal, sementara bagi pengadilan Negara bagian, sebagiannya telah
menghapuskannya juga.
-
Adanya sistem Precedent atau disebut juga
“stare decisis”. Berdasarkan teori ini maka putusan-putusan pengadilan sekarang
haruslah diputuskan dengan cara yang sama seperti yang telah pernah diputuskan
di masa lalu. Kelemahan dari sistem ini adalah mempersempit ruang gerak hakim,
menghalangi kreativitas hakim, dan mengakibatkan putusan-putusan pengadilan
semakin kaku dan jauh dari keadilan. Adapun istilah common law semuala hanya diartikan sebagai hukum yang berasal dari
kebiasaan, bukan berasal dari putusan pengadilan. Putusan pengadilan hanya
bersifat declaratoir saja. Namun
demikian dalam perkembangan berikutnya, istilah common law benar-benar berarti hukum yang berasal dari putusan
pengadilan sebelumnya. Terdapat beberapa teori terkait sejauh mana putusan
tersebut harus diturut. Berdasarkan teori Ratio
Decidendi (kebijaksanaan konvensional) maka putusan sebelumnya yang harus
diikuti oleh pututsan kemudian adalah dengan melihat pada kaidah-kaidah atau
prinsip-prinsip yang mendasari putusan sebelumnya tersebut, dan kaidah atau
prinsip tersebut memang diperlukan dalam hal memutuskan perkara tersebut.
-
Kedudukan
hakim dalam sistem hukum Anglo Saxon memiliki
ciri (1) kedudukan dan fungsinya dapat dikatakan luas,, hal ini terkait dengan
keadaan dimana hakim tidak perlu terikat dengan doktrin trias politica, yang menyatakan bahwa hakim hanya menerapkan hukum,
tidak boleh membuat hukum. Dalam sistem Anglo saxon dikenal adanya stare decisis (precedent), sehingga
hakim dimungkinkan tidak hanya menerapkan undang-undang, tetapi juga membuat
hukum bila perlu; (2) meskipun pada hakikatnya kedudukan hakim (yudikatif)
sejajar dengan eksekutif dan legislative, namun pengadilan tertinggi sebenarnya
dapat membatalkan putusan atau produk dari cabang pemerintah lainnya, jika
bertentangan dengan konstitusi. Oleh sebab itu pada Negara Anglo Saxon berlaku
doktrin judicial supremacy dan pengadilan sebagai the least dangerous branch of the government; (3) hakim adalah
teknisi hukum sekaligus ahli piker yang membuat hukum; (4) hakim bukan hanya
satu mata rantai birokrat pemerintah, tetapi lebih merupakan pemikir-pemikir
tanggung yang menyelesaikan berbagai macam persoalan masyarakat.
Dalam perjalanan selanjutnya keluarga/tradisi hukum Common Law dan keluarga/tradisi hukum
Romawi Jerman (civil law) saling
berinterksi dan menimbulkan bekas pada kedua sistem hukum tersebut. Hal ini berpengaruh
pada pendekatan dalam cara berpikir keduanya, sehingga seringkali metode
penyelesaian masalah hukum antara keduanya membawa hasil yang bersamaan karena
didasarkan pada pengertian-pengertian tentang arti dan rasa keadilan yang
mendekati kesamaan. Lebih lanjut, timbul kemungkinan keduanya bergabung dalam
satu keluarga besar aau satu sistem hukum yang lebih besar yaitu Sistem Hukum
Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Sardjono
dan Frieda Husni Hasbullah. Bunga Rampai
Perbandingan Hukum Perdata, cet.2. Jakarta : Ind-Hill-Co, 2003.
Tim
Pengajar Perbandingan Hukum Perdata. Seri
Materi Kuliah : Perbandingan Hukum Perdata. Depok: FHUI, 2000-2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar