Kamis, 02 Mei 2019

Catatan: Hukum Perlindungan Konsumen


PERLINDUNGAN KONSUMEN

21 Februari 2014

1.      Berikut perbedaan pengertian Konsumen dalam UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dibandingkan dengan UU No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan :

UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
UU No.21 tahun 2011 tentang OJK
Pasal 1 angka 2
Pasal 1 angka 15
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan  peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Penjelasan Pasal 1 angka 2:
Penjelasan : Cukup Jelas
Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang- undang ini adalah konsumen akhir.
Pasal terkait Perlindungan Konsumen dan Masyarakat diatur pada pasal 28 – 31

Berdasarkan makalah Az.Nasution berjudul “Berlakunya UU Perlindungan Konsumen pada Seluruh Barang dan/atau Jasa: Tinjauan pada UU No.8 tahun 1999” yang disampaikan sebagai bahan seminar Perlindungan Konsumen di UNPAD Bandung pada 14 Januari 2001, hal.4, maka pengertian konsumen sebenarnya dapat dibagi menjadi 3 bagian yang terdiri atas :
  1. Konsumen dalam arti umum adalah pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang/jasa untuk tujuan tertentu.
  2. Konsumen Antara, yaitu pemakai, pengguna, dan/atau pemanfaat barang atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang/jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor) dengan tujuan komersil. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha.
  3. Konsumen Akhir, yaitu pemakai, pengguna, dan/atau pemanfaat barang atau jasa untuk kebutuhan sendiri, keluarga, atau  rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan.
Konsumen Akhir dapat dibagi ke dalam 3 golongan[1], yaitu:
-          Pemakai : Setiap konsumen yang memakai barang yang tidak mengandung listrik atau elektronika, seperti pemakaian pangan, sandang, papan, alat transportasi, dan sebagainya.
-          Pengguna: Setiap konsumen yang memakai barang yang mengandung listrik atau elektronika seperti penggunaan lampu listrik, radio tape, televise, ATM atau komputer dan sebagainya.
-          Pemanfaat : Setiap konsumen yang memanfaatkan jasa-jasa konsumen, seperti jasa transportasi, jasa angkutan, jasa pengacara, jasa perbankan, jasa kesehatan, jasa rekreasi, dan sebagainya.

2.      Berikut perbedaan pengertian Pelaku Usaha dalam UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dibandingkan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia:

UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)[2]
Pasal 1 angka 3

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Kelompok Pelaku Usaha dibagi menjadi 3 yakni:
a. Investor, yakni pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan usaha seperti perbankan, usaha leasing, dan lain-lain
b. Produsen, yakni pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari barang-barang dan/atau jasa-jasa lain (bahan baku, bahan tambahan/penolong dan lain-lain)
c. Distributor, yakni pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa kepada masyarakat seperti pedagang retail, pedagang kaki lima, supermarket, toko dan lain-lain.
Penjelasan Pasal 1 angka 3:
Pelaku Usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi,koperasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain

Ketentuan di atas dapat kita jabarkan ke dalam beberapa syarat, yakni:
-          Bentuk atau wujud dari pelaku usaha:
(1)   Orang perorangan, yakni setiap individu yang melakukan kegiatan usahanya secara seorang diri
(2)   Badan usaha, yakni kumpulan individu yang secara bersama-sama melakukan kegiatan usaha. Badan usaha selanjutnya dapat dikelompokkan kedalam dua kategori, yakni: (1) Badan hukum. Menurut hukum, badan usaha yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori badan hukum adalah yayasan, perseroan terbatas dan koperasi; (2) Bukan badan hukum. Jenis badan usaha selain ketiga bentuk badan usaha diatas dapat dikategorikan sebagai badan usahan bukan badan hukum, seperti firma, atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha secara insidentil. Misalnya, pada saat mobil Anda mogok karena terjebak banjir, ada tiga orang pemuda yang menawarkan untuk mendorong mobil Anda dengan syarat mereka diberi imbalan Rp. 50.000,-. Tiga orang ini dapat dikategorikan sebagai badan usaha bukan badan hukum.
-          Badan usaha tersebut harus memenuhi salah satu kriteria ini:
(1)   Didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum Negara Republik Indonesia.
(2)   Melakukan kegiatan di wilayah hukun Negara Republik Indonesia
Bagaimana perbedaan antara didirikan, berkedudukan dan melakukan kegiatan Didirikan erat kaitannya dengan badan hukum. Misalnya PT A, berdasarkan anggaran dasarnya didirikan di Indonesia. Sedangkan berkedudukan cakupannya lebih luas dari didirikan. Selain terdapat pada badan hukum, juga melekat pada non badan hukum, baik individu maupun sekelompok orang. Ini dapat ditemukan di tanda pengenal, seperti KTP atau surat izin praktek. Lalu istilah melakukan kegiatan lebih luas dibanding berkedudukan. Sebagai contohnya akhir-akhir ini sering kita jumpai tabib-tabib dari Tiongkok melakukan pengobatan di Indonesia. Mereka bukan badan hukum, sehingga tidak didirikan di Indonesia. Mereka juga tidak berkedudukan di Indonesia. Namun mereka tetap harus tunduk pada UU PK.Pertanyaan selanjutnya.Mengapa digunakan kata-kata di wilayah hukum Negara Republik Indonesia, bukan di Indonesia? Karena di wilayah hukum Negara Republik Indonesia pengertiannya lebih luas. Selain di Indonesia, juga mencakup daerah-daerah lain dimana hukum Indonesia berlaku, seperti di kapal laut atau pesawat Indonesia dan di kedutaan besar Indonesia di negara lain.
-          Kegiatan usaha tersebut dapat dilakukan : (1) sendiri maupun (2) bersama-sama berdasarkan perjanjian.
-          Dalam berbagai bidang ekonomi. Pengertian ini sangat luas, bukan hanya pada bidang produksi. Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian pelaku usaha menurut UU PK sangat luas. Yang dimaksud dengan pelaku usaha bukan hanya produsen, melainkan hingga pihak terakhir yang menjadi perantara antara produsen dan konsumen, seperti agen, distributor dan pengecer (konsumen perantara) serta jaringan-jaringan yang melaksanakan fungsi pendistribusian dan pemasaran barang dan/atau jasa kepada masyarakat luas selaku pemakai dan/atau jasa.

Di dalam UU Perlindungan Konsumen, selain pelaku usaha terdapat pula istilah Pelaku Usaha Periklanan sebagaimana diatur pada pasal 17 dan 20. Pengaturan mengenai pelaku usaha periklanan ini menjadi penting mengingat banyaknya pelanggaran iklan yang berpotensi merugikan konsumen. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP-P3I), jumlah pelanggaran iklan selama periode 2009 – 2011 sebanyak 269 kasus, sedangkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mencatat sebanyak 42 kasus pelanggaran. Jenis pelanggaran iklan yang terjadi adalah  penggunaan kata-kata superlatif seperti paling murah, tercepat, atau 100% awet tanpa  didukung oleh data yang kredibel dari lembaga yang kompeten, penggunaan tanda asterisk  “syarat dan ketentuan berlaku” tanpa adanya penjelasan lebih lanjut, serta promosi penjualan yang tidak dilengkapi dengan informasi yang jelas. Selain itu, visualisasi iklan yang tidak sesuai dengan norma kesusilaan, tidak mendidik dll.[3]
Adapun berbagai definisi terkait menurut Persatuan Perusahaan Periklanan:
-          Pengiklan merupakan pelaku usaha pemberi pesan dengan informasi yang benar, PD.Perusahaan periklanan untuk membuat/menyiarkan iklan produknya dalam media periklanan (unilever, Honda, Samsung, dan lainnya).
-          Perusahaan Periklanan merupakan perusahaan yang diminta Pengiklan menyusun dan/atau menyiarkan iklan dengan menggunakan kreativitas positif.
-          Media Periklanan, adalah penyiar/penayang iklan yang disampaikan padanya, misalnya koran, majalah, TV, internet, media luar ruang, dan lainnya.




       [1]Istilah tersebut ditafsirkan oleh TIM Hukum Perlindungan Konsumen yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI, tentang Pembentukan TIM Penelaah Peraturan Perundang-undangan di bidang hukum dalam rangka Reformasi Hukum Dep.Kehakiman No.M59-PR.04 tahun 1998, Jakarta 1 Desember 1998.
       [2]ISE, “Penjabaran Demokrasi Ekonomi”, Sumbangan Pikiran memenuhi Harapan Presiden Soeharto, (Jakarta: ISEI,1990), hal.8.

[3] Kemendag RI, “Memo Kebijakan Pengawasan Iklan”, http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2013/01/07/memo-kebijakan-pengawasan-iklan-id0-1357539783.pdf, diakses pada 21 Februari 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar