PERLINDUNGAN KONSUMEN
21 Februari 2014
1.
Berikut
perbedaan pengertian Konsumen dalam UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dibandingkan dengan UU No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
:
UU No.8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
|
UU No.21 tahun 2011 tentang
OJK
|
Pasal 1 angka 2
|
Pasal 1 angka 15
|
Konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
|
Konsumen adalah pihak-pihak
yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga
Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal
di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta
pada Dana Pensiun, berdasarkan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
|
Penjelasan Pasal 1 angka 2:
|
Penjelasan : Cukup Jelas
|
Di dalam kepustakaan
ekonomi dikenal istilah konsumen
akhir dan konsumen antara.
Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk,
sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk
sebagai bagian dari proses suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam
undang- undang ini adalah konsumen akhir.
|
Pasal terkait Perlindungan
Konsumen dan Masyarakat diatur pada pasal 28 – 31
|
Berdasarkan makalah Az.Nasution berjudul
“Berlakunya UU Perlindungan Konsumen pada Seluruh Barang dan/atau Jasa:
Tinjauan pada UU No.8 tahun 1999” yang disampaikan sebagai bahan seminar
Perlindungan Konsumen di UNPAD Bandung pada 14 Januari 2001, hal.4, maka
pengertian konsumen sebenarnya dapat dibagi menjadi 3 bagian yang terdiri atas
:
- Konsumen dalam arti umum adalah pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang/jasa
untuk tujuan tertentu.
- Konsumen Antara, yaitu pemakai, pengguna, dan/atau pemanfaat barang
atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang/jasa lain atau untuk
memperdagangkannya (distributor) dengan tujuan komersil. Konsumen antara
ini sama dengan pelaku usaha.
- Konsumen Akhir, yaitu pemakai, pengguna, dan/atau pemanfaat barang atau
jasa untuk kebutuhan sendiri, keluarga, atau rumah tangganya dan tidak untuk
diperdagangkan.
Konsumen Akhir dapat
dibagi ke dalam 3 golongan[1],
yaitu:
-
Pemakai : Setiap konsumen yang memakai barang yang
tidak mengandung listrik atau elektronika, seperti pemakaian pangan, sandang,
papan, alat transportasi, dan sebagainya.
-
Pengguna: Setiap konsumen yang memakai barang yang
mengandung listrik atau elektronika seperti penggunaan lampu listrik, radio
tape, televise, ATM atau komputer dan sebagainya.
-
Pemanfaat : Setiap konsumen yang memanfaatkan jasa-jasa
konsumen, seperti jasa transportasi, jasa angkutan, jasa pengacara, jasa
perbankan, jasa kesehatan, jasa rekreasi, dan sebagainya.
2.
Berikut
perbedaan pengertian Pelaku Usaha dalam UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dibandingkan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia:
UU No.8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
|
Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia (ISEI)[2]
|
Pasal 1 angka 3
|
|
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha,
baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
|
Kelompok Pelaku Usaha dibagi menjadi 3 yakni:
a. Investor, yakni pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan usaha seperti perbankan, usaha leasing, dan lain-lain b. Produsen, yakni pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari barang-barang dan/atau jasa-jasa lain (bahan baku, bahan tambahan/penolong dan lain-lain) c. Distributor, yakni pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa kepada masyarakat seperti pedagang retail, pedagang kaki lima, supermarket, toko dan lain-lain. |
Penjelasan Pasal 1 angka 3:
|
|
Pelaku Usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah
perusahaan, korporasi,koperasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang,
distributor, dan lain-lain
|
Ketentuan di atas dapat kita jabarkan ke dalam beberapa syarat,
yakni:
-
Bentuk atau wujud dari pelaku usaha:
(1) Orang perorangan, yakni setiap
individu yang melakukan kegiatan usahanya secara seorang diri
(2) Badan usaha, yakni kumpulan
individu yang secara bersama-sama melakukan kegiatan usaha. Badan usaha
selanjutnya dapat dikelompokkan kedalam dua kategori, yakni: (1) Badan hukum.
Menurut hukum, badan usaha yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori badan
hukum adalah yayasan, perseroan terbatas dan koperasi; (2) Bukan badan hukum.
Jenis badan usaha selain ketiga bentuk badan usaha diatas dapat dikategorikan
sebagai badan usahan bukan badan hukum, seperti firma, atau sekelompok orang
yang melakukan kegiatan usaha secara insidentil. Misalnya, pada saat mobil Anda
mogok karena terjebak banjir, ada tiga orang pemuda yang menawarkan untuk
mendorong mobil Anda dengan syarat mereka diberi imbalan Rp. 50.000,-. Tiga
orang ini dapat dikategorikan sebagai badan usaha bukan badan hukum.
-
Badan usaha
tersebut harus memenuhi salah satu kriteria ini:
(1) Didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum Negara Republik Indonesia.
(2) Melakukan kegiatan di wilayah hukun Negara Republik Indonesia
Bagaimana perbedaan
antara didirikan, berkedudukan dan melakukan kegiatan Didirikan erat
kaitannya dengan badan hukum. Misalnya PT A, berdasarkan anggaran dasarnya
didirikan di Indonesia. Sedangkan berkedudukan cakupannya lebih luas dari
didirikan. Selain terdapat pada badan hukum, juga melekat pada non badan hukum,
baik individu maupun sekelompok orang. Ini dapat ditemukan di tanda pengenal,
seperti KTP atau surat izin praktek. Lalu istilah melakukan kegiatan lebih luas
dibanding berkedudukan. Sebagai contohnya akhir-akhir ini sering kita jumpai
tabib-tabib dari Tiongkok melakukan pengobatan di Indonesia. Mereka bukan badan
hukum, sehingga tidak didirikan di Indonesia. Mereka juga tidak berkedudukan di
Indonesia. Namun mereka tetap harus tunduk pada UU PK.Pertanyaan selanjutnya.Mengapa
digunakan kata-kata di wilayah hukum Negara Republik Indonesia, bukan di
Indonesia? Karena di wilayah hukum Negara Republik Indonesia
pengertiannya lebih luas. Selain di Indonesia, juga mencakup daerah-daerah lain
dimana hukum Indonesia berlaku, seperti di kapal laut atau pesawat Indonesia
dan di kedutaan besar Indonesia di negara lain.
-
Kegiatan usaha
tersebut dapat dilakukan : (1) sendiri maupun (2) bersama-sama berdasarkan perjanjian.
-
Dalam berbagai
bidang ekonomi. Pengertian ini sangat luas, bukan hanya pada bidang
produksi. Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian pelaku usaha menurut UU PK
sangat luas. Yang dimaksud dengan pelaku usaha bukan hanya produsen, melainkan
hingga pihak terakhir yang menjadi perantara antara produsen dan konsumen,
seperti agen, distributor dan pengecer (konsumen perantara) serta jaringan-jaringan yang melaksanakan
fungsi pendistribusian dan pemasaran barang dan/atau jasa kepada masyarakat
luas selaku pemakai dan/atau jasa.
Di dalam UU
Perlindungan Konsumen, selain pelaku usaha terdapat pula istilah Pelaku Usaha
Periklanan sebagaimana diatur pada pasal 17 dan 20. Pengaturan mengenai pelaku
usaha periklanan ini menjadi penting mengingat banyaknya pelanggaran iklan yang
berpotensi merugikan konsumen. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan
Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP-P3I), jumlah
pelanggaran iklan selama periode 2009 – 2011 sebanyak 269 kasus, sedangkan
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mencatat sebanyak 42 kasus pelanggaran. Jenis
pelanggaran iklan yang terjadi adalah penggunaan
kata-kata superlatif seperti paling murah, tercepat, atau 100% awet tanpa didukung oleh data yang kredibel dari lembaga
yang kompeten, penggunaan tanda asterisk “syarat dan ketentuan berlaku” tanpa adanya
penjelasan lebih lanjut, serta promosi penjualan yang tidak dilengkapi dengan
informasi yang jelas. Selain itu, visualisasi iklan yang tidak sesuai dengan
norma kesusilaan, tidak mendidik dll.[3]
Adapun
berbagai definisi terkait menurut Persatuan Perusahaan Periklanan:
-
Pengiklan
merupakan pelaku usaha pemberi pesan dengan informasi yang benar, PD.Perusahaan
periklanan untuk membuat/menyiarkan iklan produknya dalam media periklanan
(unilever, Honda, Samsung, dan lainnya).
-
Perusahaan
Periklanan merupakan perusahaan yang diminta Pengiklan menyusun dan/atau
menyiarkan iklan dengan menggunakan kreativitas positif.
-
Media
Periklanan, adalah penyiar/penayang iklan yang disampaikan padanya, misalnya
koran, majalah, TV, internet, media luar ruang, dan lainnya.
[2]ISE,
“Penjabaran Demokrasi Ekonomi”, Sumbangan Pikiran memenuhi Harapan Presiden
Soeharto, (Jakarta: ISEI,1990), hal.8.
[3] Kemendag RI, “Memo Kebijakan Pengawasan Iklan”, http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2013/01/07/memo-kebijakan-pengawasan-iklan-id0-1357539783.pdf,
diakses pada 21 Februari 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar