Kamis, 02 Mei 2019

Ringkasan Materi: Bab VI Lembaga Negara dan Perundang-Undangan (Sebelum Perubahan UUD 1945)


ILPER 29 April 2013
BAB VI
Lembaga Negara dan Perundang-Undangan (Sebelum Perubahan UUD 1945)

A.      Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia
Menurut UUD 1945, Indonesia adalah suatu negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaat) dengan pengertian bahwa pola yang diambIl tidak menyimpang dari negara berdasarkan atas hukum pada umumnya (genus begrip), namun disesuaikan dengan keadaan di Indonesia, dengan menggunakan ukuran padangan hidup maupun pandangan bernegara bangsa Indonesia.
Dalam Penjelasan Umum UUD 1945 dirumuskan pokok-pokok sistem pemerintahan negara di Indonesia adalah:
I.        Negara Indonesia adalah yang berdasar atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat)
II.      Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas)
III.    Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan MPR . Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan bernama MPR, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Majelis ini berwenang :
-                   menetapkan UUD dan menetapkan GBHN
-          mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden). Presiden dalam hal ini harus menjalankan haluan negara menurut GBHN yang telah ditetapkan oleh Majelis.  Presiden juga wajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Kedudukan Presiden adalah di bawah “Untergeordnet” kepada Majelis
IV.    Presiden adalah penyelanggara pemerintahan yang tertinggi di bawah Majelis
Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan tertinggi dan tanggungjawab adalah di tangan Presidan
V.      Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR
Disamping Presiden adalah DPR. Presiden harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk UU dan untuk menetapkan APBN. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan, akan tetapi tidak bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tdak tergantung kepada Dewan.
VI.    Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggungjawab kepada DPR.
Presiden yang mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Kedudukan para menteri tergantung pada Presiden, bukan DPR.
VII.  Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas
Meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan diktator, artinya diberi kekuasaan yang tidak terbatas.
Presiden bertanggungjawab kepada MPR.Kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR adalah kuat, ia tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Anggota DPR juga merangkap sebagai anggota MPR.Sehingga DPR juga dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden. Apabila Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar hukum negara yang telah ditetapkan oleh UUD atau oleh MPR, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar bisa minta pertanggungan jawab kepada Presiden.
Menteri-menteri negara bukan pegawai biasa, mereka adalah yang terutama menjalankan kekuasaan Pemerintah dalam praktek. Untuk menetapkan politik Pemerintahan Negara, para Menteri bekerja bersama satu sama lain di bawah pimpinan Presiden.

Dapat disimpulkan bahwa di Negara Republik Indonesia, Presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif (pemegang kekuasaan pemerintahan) dan juga legislatif dengan persetujuan DPR (membentuk Undang-Undang).
Dalam kehidupan kenegaraan yang berlaku dan sesuai ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945, Indonesia tidak menganut ajaran Trias Politica (Montesquieu) dengan adanya pemisahan kekuasaan (separation of powers).

Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 dan Penjelasannya, pemegang ketga kekuasaan negara di Indonesia dilakukan oleh :
-          Kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden
-          Kekuasaan legislatif dipegang oleh Presiden dengan persetujuan DPR
-          Kekuasaan yudikatif dipegang oleh MA dan Badan-Badan Peradilan lainnya

Oleh karena itu Indonesia sebenarnya menganut sistem pembagian kekuasaan (distribution of powers)  dalam penyelenggaraan Pemerintahan Negara Republik Indonesia.


B.      Presiden sebagai Penyelenggara tertinnggi Pemerintahan Negara
Di dalam pasal 4 ayat (1) UUD 1945 (sebelum perubahan) dirumuskan sebagai berikut :
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”
Artinya Presiden adalah Kepala Pemerintahan di Negara Republik Indonesia.  Apa yang dimaksud dengan kekuasaan pemerintahan disini?

-          Menurut Jellinek, pemerintahan mengandung 2 arti, yanki arti formal dan arti material. Pemerintahan  dalam arti formal mengandung kekuasaan mengatur dan kekuasaan memutus, sedangkan dalam arti material berisi unsur memerintah dan unsur melaksanakan. Berdasarkan hal tersebut dari ketentuan pasal 4 ayat 1 UUD 1945 dapat ditarik kesimpulan bahwa kekuasaan pemerintahan mengandung juga kekuasaan pengaturan dalam arti membentuk peraturan. Hal ini sesuai dengan pendapat yan Wijk dan W.Koninjnenbelt yang menyatakan bahwa pelaksanaan  (uitveoring) dapat berarti pengeluaran penetapan-penetapan atau berupa perbuatan-perbuatan nyata lainnya ataupun berupa pengeluaran peraturan-peraturan lebih lanjut.
-          Menurut Van Vollen Hoven, pengertan pemerintahan (regering) bisa berarti sebagai lembaga (overhead) dapat pula berarti sebagai suatu fungsi. Pemerintah dalam arti luas terdiri dari 4 fungsi : bestuur (ketataprajaan), regeling (pengaturan), politie (keamanana/kepolisian), dan rechtspraak (peradilan).
Pemerintah dalam arti lembaga yang menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan UUD 1945 adalah Presiden. Presiden RI adalah Penyelenggara tertinggi Pemerintahan Negara, yang menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan dalam arti luas bang menyangkut ketataprajaan, keamanan/kepolisian, dan pengaturan.


C.      Presiden sebagai Penyelenggara Pemerintahan dan Perudang-undangan
Sebagaimana pendapat Van Vollen Hoven diatas, maka sebagai penyelenggara pemerintahan, Presiden dapat membentuk peraturan perundang-undangan yang diperlukan, olleh sebab itu Presiden juga merupakan pemegang kekuasaan pengaturan di negara Republik Indonesia.
Fungsi pengaturan ini terlihat dalam :
-          pembentukan Undang-undang dengan persetujuan DPR, sesuai pasal 5 ayat (1) UUD 1945
-          pembentukan Peraturan Pemerintah (PP), berdasarkan pasal 5 ayat (2) UUD 1945
-          pembentukan Peraturan Pemerintah PenggantI Undang-Undang (PERPU), berdasarkan pasal 22 ayat (1) UUD 1945
-          pembentukan Keputusan Presiden (KEPRES) , berdasarkan pasal 4 ayat (1) UUD 1945


D.      Presiden sebagai Pemegang Kekuasaan membentuk Undang-undang dengan Persetujuan DPR
Dalam pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (sebelum perubahan) disebutkan bahwa, “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan  Dewan Perwakilan Rakyat”
Sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa, “Kecuali executie power, Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan legislatiye power dalam negara”
Perumusan pasal 5 ayat (1) UUD 1945 dapat ditafsirkan bahwa kekuasaan membentuk undang-undang ada di tangan Presiden, sedangkan DPR mempunyai fungsi memberikan persetujuan, yakni menerima atau menolak RUU yang diajukan oleh Presiden.
Sementara itu bila dihubungkan dengan perkataan “bersama-sama” dalam Penjelasan pasal tersebut maka A. Hamid Attamimi berpendapat bahwa sesuai dengan KBBI perkataan “bersama-sama” artnya adalah “berbarengan dengan atau serentak”, dimana dapat disimpulkan bahwa kewenangan pembentukan Undang-Undang (UU) tetap pada Presiden dan kewenangan pemberian persetujuan tetap pada DPR. Agar UU tersebut dapat terbentuk kedua kewenangan tersebut dilaksanalan bersama-sama, berbarengan, serentak.
  
E.       DPR Memberi Persetujuan Setiap Rancangan Undang-Undang
Dari rumusan pasal 5 ayat (1) UUD 1945, maka selanjutnya akan dibahas mengenai apa yang dimaksud “dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”
Dalam KBBI, kata “persetujuan” diartikan dengan “pernyataan setuju” sedangkan kata “setuju berarti “sepakat”, selain itu kata menyetuji juga berarti “membenarkan” atau “mengiyaka”.
Kalimat “dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat” dalam pasal 5 ayat (1) UUD 1945 bila dihubungkan dengan Penjelasan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan “Dewan ini harus memberikan persetujuannya kepada tiap-tiap rancangan undang-undang dari pemerintah”, tidak berati bahwa DPR harus selalu setuju terhadap semua RUU dari Pemerintah. Setiap RUU pemerintah itu tidak boleh dikesampingkan, tetapi DPR haruslah memberikan suatu “consen” atau “kesepakatan” dalam arti menolak atau menerima RUU tersebut. Dengan demikian perkataan dengan persetujuan DPR itu seharusnya diartikan dengan kesepakatan/dengan persesuaian DPR.


F.       Hakikat Undang-undang menurut Rousseau (kebenaraan mutlak)
Menurut Rousseau, tujuan negara adalah menegakkan hukum dan menjamin kebebasan dari para warganegaranya, dalam  batas-batas perundang-undangan. Dalam hal ini, pembentukan undang-undang adalah menjadi hak rakyat sendiri untuk membentuknya sehingga undang-undang itu merupakan penjelmaan dari kemauan/kehendak rakyat.
Menurut Rousseau, undang-undang itu harus dibentuk oleh kehendak umum, dimana dalam hal ini seluruh rakyat secara langsung mengambil bagian dalam pembentukan aturan masyarakat tanpa perantara wakil-wakil. Rakyat yang dimaksud disini bukanlah penjumlahan dari indiyidu-indiyidu, tetapi kesatuan yang dibentuk oleh indiyidu-indiyidu itu melalui suatu perjanjian masyarakat. Kehendaknya ini disebut sebagai “kehendak umum” yang dianggap mencerminkan kemauan/ kehendak umum.
Dapat disimpulkan bahwa “rakyat itu harus tunduk dan mematuhi setiap undang-undang” dikarenakan itu merupakan kehendak umum dari masyarakat yang telah dilimpahkan kepada wakil-wakil rakyat.
Di Indonesia, kemauan (kedaulatan) rakyat ini diserahkan rakyat kepada Lembaga tertinggi yakni MPR, selanjutnya MPR menyerahkan pelaksanaan kedaulatan ini kepada Presiden sebagai mandatarisnya. Selanjutnya Presiden membentuk peraturan perundang-undangan, yang salah satunya adalah membentuk UU dengan persetujuan DPR.

G.      Cita Negara dan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) dan rumusan ini dilandasi oleh suatu Cita Negara Integralistik sebagaimana disebutkan oleh Soepomo dalam rapat BPUPKI 31 Mei 1945. Cita negara merupakan dasar pembentukan negara (dalam hal ini harus dibedakan antara pengertian “dasar pembentukan” dan “dasar negara”). Dasar negara kita adalah Pancasila, sementara cita negara berperan dalam menentukan susunan negara dan proses kehidupan negara. Cita negara ini terkait pula dengan riwayat hukum dan lembaga sosial suatu negara.
Politik Pembangunan Negara Indonesia harus disesuaikan dengan “social structuur” masyarakat Indonesia yang nyata pada masa sekarang dan harus disesuaikan dengan panggilan zaman. Cita Negara Indonesia oleh Soepomo diberi nama Cita “Negara Persatuan”, yang kemudian dituangkan dalam pokok pikiran pertama Pembukaan UUD 1945.
Menurut A.Hamid.S.Attamimi, sebaiknya untuk selanjutnya tidak digunakan istilah “cita negara integralistik” atau cita negara totaliter” yang mana dapat mengundang kesalahpahaman, lebih baik menggunakan istilah “cita negara kekeluargaan” atau “cita negara persatuan”.

H.      Lembaga-Lembaga Negara Lainnya
Selain lembaga-lembaga negara tersebut diatas , dalam UUD 1945 dikenal 4 lembaga negara lainnya,yakni : MPR, DPR, DPA, BPK, dan MA.
Menurut Prayudi Atmosudirdjo, Susunan Penguasa Negara adalah sebagai berikut :
i.                     Penguasa Kostitutif : MPR
ii.                   Penguasa Legislatif : Presiden dan DPR
iii.                  Penguasa Eksekutif = Pemerintah = Presiden (dengan dibant pejabat-pejabat pemerintah)
iv.                 Penguasa Adminsitratif = Administrato Negara = Presiden (dengan mengepalai Administrasi Negara)
v.                   Penguasa Militer = Presiden (dengan membawahi Angkatan Perang)
vi.                 Penguasa yudikatif = MA (dengan membawahi Aparatur Peradila/ Korsa Hakim)
vii.                Penguasa Konsultatif : DPA
viii.              Penguasa Inspektif : BPK

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dengan sistem pemerintahan Negera Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan UUD 1945, maka Lembaga-Lembaga Negara dalam perundang-undangan adalah Presiden dengan persetujuan DPR. Selanjutnya mengenai tunduknya setaip warga negara terhadap suatu Undang-Undang dilandasi suatu pemahaman bahwa Undang-undang itu merupakan hasil dari lembaga legislatif (Presiden) dengan persetujuan wakil-wakil rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar