ANALISIS KLASULA BAKU
2 Maret 2014
Klausula Baku merupakan klausula pada suatu perjanjian
baku yang mana merupakan standar dalam suatu perjanjian antara para pihak.
Adanya klausula baku mencerminkan ketidakseimbangan kedudukan pada pihak, dalam
hal hukum perlindungan konsumen, maka klausula baku ini menunjukkan kedudukan
Pelaku Usaha yang lebih tinggi daripada Konsumen. Klausula baku lazimnya sudah
diformat sama dan berlaku bagi siapa saja pihak yang hendak mengikatkan diri
dengan klausula baku tersebut. Adanya klausula baku tersebut merupakan bentuk
dari adanya “take or leave it- contract”. Hal ini dapat menjadi suatu
pelanggaran terhadap syarat sah perjanjian sebagaimana diatur pasal 1320
KUHPerdata.
Hukum Perlindungan Konsumen merupakan hukum yang
mengatur dan melindungi konsumen dari adanya kesewenang-wenangan Pelaku Usaha,
termasuk pencantuman klausula baku yang merendahkan harkat martabat dan
merugikan konsumen. UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (untuk
selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen) mengatur bahwa pada dasarnya
Klausula Baku tersebut diperbolehkan namun apabila memenuhi ketentuan pasa 18
UU Perlindungan Konsumen maka klausula baku tersebut dilarang dan memiliki
akibat hukum yang tidak main-main yakni klausula tersebut menjadi batal demi
hukum.
Berikut adalah ketentuan Disclaimer pada Nota
pemberian jasa cuci kering di Laundry Private Washing :
Pada bagian “Disclaimer” tersebut terdapat
adanya klausula baku Pasal 1 angka 10 UU Perlindungan Konsumen mengatur bahwa
yang dimaksud dengan Klasula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan
syaratsyarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara
sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau
perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Nota dan disclaimer
sudah memiliki format yang baku. Pada bagian Disclaimer tersebut merupakan
ketentuan dan syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu
secara sepihak oleh Laundry Private Washing yang dituangkan dalam suatu
perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh para konsumennya.
Klausula baku adalah sesuatu yang
diperbolehkan dalam hubungan Pelaku Usaha dan Konsumen. Namun demikian,
terdapat pembatasan terhadap klasula baku tersebut. Pasal 18 UU Perlindungan
Konsumen mengatur bahwa terdapat klasula baku yang dilarang. Pasal 18 ayat (1)
UU Perlindungan Konsumen mengatur sebagai berikut:
(1)
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan
pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang
dibeli konsumen;
c.
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang
dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d.
menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang
berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e.
mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan
jasa yang dibeli oleh konsumen;
f.
memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi
harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g.
menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku
usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h.
menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan
hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran.
Selanjutnya
pasal 18 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen mengatur bahwa Pelaku usaha dilarang
mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak
dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.Adapun setiap
klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dinyatakan batal demi hukum (pasal 18 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen). Selanjutnya
pasal 18 ayat (4) UU Perlindungan Konsumen mengatur bahwa pelaku usaha wajib
menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang ini.
Keseluruhan
poin pada disclaimer tersebut telah
memenuhi ketentuan pasal 18 ayat (1) huruf a UU Perlindungan Konsumen, yakni
mengenai pengalihan tanggungjawab pelaku usaha. Kalimat “Kami tidak
bertanggungjawab apabila…..” menunjukkan bahwa Pelaku Usaha mengalihkan
tanggung jawabnya terhadap beberapa hal yang terjadi pada pakaian tersebut. Hal
ini sangat merugikan konsumen. Pengalihan tanggungjawab tersebut menyebabkan
Konsumen dipaksa setuju untuk tidak dapat menuntut Pelaku Usaha ataupun
menyalahkan Pelaku Usaha dan meminta ganti rugi apabila terjadi hal sebagaimana
dimaksud tersebut. Padahal Pelaku Usaha sudah sewajibnya beritikad baik untuk
menjunjung tinggi profesionalitas dan kualitas jasa yang diberikannya. Bukannya
sebaliknya malah tampak tidak bertanggungjawab dengan melepaskan tanggungjawab
nya. Ketentuan pengalihan tanggungjawab tersebut memenuhi ketentuan pasal 18
ayat (1) huruf a UU Perlindungan Konsumen.
Adapun pada disclaimer tersebut terdapat
pula pemberian kuasa sepihak kepada pihak Laundry Private Washing untuk
menyumbangkan pakaian bila tidak diambil dalam waktu 30 hari. Hal ini dapat
pula dilihat sebagai suatu larangan suatu klausula baku, yakni ketentuan pasal
18 ayat (1) hururf d yang manyatakan bahwa “menyatakan pemberian kuasa dari
konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran”. Meskipun pemberian kuasa tersebut disyaratkan
terhadap barang bukan jasa (dalam hal ini jasa cuci kering), dan terkait dengan
angsuran (dalam hal ini pembayaran jasa dilakukan lunas setelah jasa dilakukan)
namun pengertian pasal ini dapat diperluas terkait dengan semangat UU
Perlindungan Konsumen yakni untuk melindungi konsumen maka, hal terkait
pemberian kuasa terhadap jasa ini pun dapat dikatakan merugikan konsumen dan
merupakan klasula yang sudah seharusnya dilarang pula.
Adanya klausula baku sebagaimana memenuhi
ketentuan pasal 18 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tersebut menyebabkan
klausula tersebut batal demi hukum. Artinya batal demi hukum adalah perjanjian
dianggap tidak sah dan tidak pernah ada. Sehingga apabila terjadi hal
sebagaimana diatur dalam klausula tersebut maka Konsumen dapat menuntut Pelaku
Usaha. Tuntutannya dapat berupa ganti rugi maupun pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar